Tren Bullish Emas Diramalkan Berakhir, Ini Katalis Pendorongnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas berpotensi turun. Peningkatan yield US Treasury dan meredanya tensi geopolitik di Timur Tengah menjadi penyebabnya.

Analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha mengatakan tren bullish emas mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, terutama berdasarkan kombinasi indikator Moving Average yang terbentuk. Potensi koreksi ini diperkirakan akan berlanjut dengan target harga terendah harian di sekitar US$ 2.719 per ons troi.

"Jika harga gagal turun dan justru mengalami rebound, maka harga emas bisa kembali naik hingga mencapai US$ 2.755 sebagai target terdekat," tulisnya dalam riset, Jumat (1/11).


Baca Juga: Harga Emas Terus Melaju Jadi Biang Kerok Inflasi Oktober 2024

Berdsarkan data Trading Economics, harga emas berada di US$ 2.755,33 pada Jumat (1/11) pukul 13.20 WIB, menguat 0,31% dari hari sebelumnya. 

Andy menerangkan, kuatnya data ketenagakerjaan ADP AS yang dirilis pada hari Rabu turut menambah sentimen pasar. Menurutnya, hal tersebut mengimbangi kekhawatiran yang muncul dari data Lowongan Kerja JOLTS AS sebelumnya, yang menunjukkan pasar tenaga kerja AS lebih stabil dari yang diperkirakan.

Situasi ini mengurangi spekulasi bahwa Federal Reserve perlu menurunkan suku bunga untuk memperbaiki lapangan kerja. Probabilitas pasar menunjukkan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 0,25% oleh Federal Reserve pada November mencapai hampir 100%, namun ada peluang sebesar 70% bahwa penurunan tersebut baru akan dilakukan pada Desember.

Baca Juga: Cuan 24,58% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Ambrol (1 November 2024)

Kenaikan imbal hasil obligasi AS juga dipengaruhi oleh peningkatan peluang kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden AS mendatang. Preferensi Trump untuk kebijakan pajak yang lebih rendah, tingkat pinjaman pemerintah yang lebih tinggi, serta tarif impor yang ketat diprediksi akan mendorong inflasi, sehingga The Fed mungkin mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama.

Selain faktor politik AS, pergerakan harga emas juga dipengaruhi oleh perkembangan di Timur Tengah. Kabar mengenai kemungkinan gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas serta Hizbullah turut memberikan tekanan terhadap harga emas, mengurangi permintaan safe haven untuk logam mulia ini.

"Pemerintah AS baru-baru ini mengirimkan utusan untuk menengahi kesepakatan damai di wilayah tersebut, dengan sinyal awal yang menunjukkan bahwa Israel terbuka untuk perundingan," sebut Andy.

Meski demikian, sambungnya, potensi ancaman dari Iran yang mungkin membuka front baru melawan Israel tetap menjadi faktor ketidakpastian.

Selanjutnya: BPS Catat 1,28 Juta Wisman Masuk ke Indonesia Pada September 2024

Menarik Dibaca: Peluncuran Poco C75 Menambah Pilihan Smartphonel Sejutaan, Mulai Dijual Hari Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih