Tren bullish gas alam didukung cuaca dingin



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga gas alam rebound usai jatuh ke level terendah lebih dari setahun. Prediksi cuaca dingin ekstrem mendongkrak harga komoditas energi ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (4/12) pukul 18.19 WIB, gas alam untuk kontrak Januari 2018 di New York Mercantile Exchange naik 1,37% di level US$ 3,10 per mmbtu. Sebelumnya, gas alam sempat mencapai level US$ 2,92 per mmbtu, terendah sejak Maret 2016.

Research & Analyst Asia Tradepoint Futures, Andri Hardianto menjelaskan, setidaknya terdapat dua alasan yang menopang komoditas ini. Pertama, cuaca dingin ekstrem diprediksi bakal menyelimuti sejumlah wilayah terutama Eropa hingga pertengahan Desember ini.


"Eropa diperkirakan akan mengalami Desember paling dingin dalam tujuh tahun terakhir," jelas Andri, kepada KONTAN, Senin (4/12). Akibatnya permintaan dari negara-negara kawasan tersebut dapat naik.

Di sisi lain, erupsi Gunung Agung di Bali mampu mempengaruhi suhu udara global dan membuat cuaca dunia menjadi lebih dingin.

Namun, peneliti National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado, Michael Mills mengatakan, erupsi justru dapat memicu fenomena El Nino pada lautan Pasifik dan menyebabkan AS mengalami udara musim dingin yang lebih hangat.

"Kondisi gunung Agung hanya prakiraan, kita belum tahu apakah benar akan berdampak pada hangatnya cuaca," jelas Andri.

Kedua, impor gas alam dari China diperkirakan akan tumbuh. Provinsi Heibei, China telah melaporkan kekurangan 10%-12% pasokan gas alam akibat cuaca yang sangat dingin. Padahal pemerintah negeri tirai bambu tersebut telah berupaya untuk menimbun stok persediaan energi penghangat.

"Selama periode Januari-Oktober dari China tampak menimbun dengan adanya kenaikan permintaan sebesar 18,7% ," jelas Andri.

Atas kedua sentimen tersebut, Andri yakin, harga gas alam bakal terus melanjutkan tren bullish untuk waktu yang lama. Sedangkan besok, ia memperkirakan adanya potensi penguatan harga di rentang US$ 3,06-US$ 3,15 per mmbtu. Sedangkan dalam sepekan diramal bergerak antara US$ 3,03-US$ 3,18 per mmbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini