KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah bergerak mendatar. Pelaku pasar mencemaskan peningkatan produksi minyak Amerika Serikat (AS). Kamis (15/3), harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman April 2018 di bursa Nymex naik tipis 0,38% ke US$ 61,19 per barel. Sepekan terakhir, harga minyak naik 1,78%. "Harga cenderung flat karena tarik-menarik sentimen," ujar analis Global Kapital Investama Berjangka, Nizar Hilmy, kepada Kontan.co.id, kemarin. Energy Information & Administration (EIA) AS melaporkan, persediaan minyak mentah mingguan di pekan yang berakhir 9 Maret naik lebih tinggi dari ekspektasi, menjadi 5,02 juta barel. Tapi persediaan bensin justru turun lebih dalam daripada estimasi. Semula, stok bensin diperkirakan hanya turun 1,2 juta barel, tetapi nyatanya turun hingga 6,3 juta barel.
Tarik-menarik sentimen juga terjadi karena adanya laporan bulanan Organisasi Negara-Negara Penghasil Minyak (OPEC). Di satu sisi, produksi minyak negara non-OPEC pada 2018 diprediksi naik 1,66 juta barel per hari, menjadi sentimen negatif. Tapi selama permintaan di periode tersebut juga diperkirakan naik. "OPEC memperkirakan pemintaan 2018 tumbuh 1,60 juta barel per hari, sehingga menopang harga," papar Nizar. Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menilai, penguatan harga minyak mentah tertahan karena pelaku pasar masih mencemaskan lonjakan produksi minyak AS. EIA memperkirakan produksi negeri Paman Sam pada 2023 mencapai 17 juta barel per hari. "Harga masih rentan dan cenderung turun," papar dia. Meski OPEC dan EIA sudah memperkirakan adanya peningkatan permintaan, Deddy melihat kenaikan produksi AS masih tetap membayangi harga minyak. Jangka panjang Dalam jangka panjang, harga minyak diprediksi akan tetap menanjak. Lembaga internasional pun bertaruh harga minyak mampu menyentuh level US$ 65 per barel.