KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun 2021, tren harga minyak dunia mengalami kenaikan. Hal tersebut dinilai akan berdampak pada kinerja asuransi energi di tahun ini. Berdasarkan data AAUI, pendapatan premi asuransi energi
onshore turun hingga 22,2% menjadi Rp 126 miliar sepanjang tahun 2020. Sebaliknya, asuransi energi offshore naik 15% sehingga menjadi Rp 1,5 triliun. “Perbedaan tersebut dikarenakan biaya eksploitasi
offshore lebih besar dibandingkan
onshore,” ujar Direktur AAUI Dody Dalimunthe kepada Kontan.co.id.
Dody menyampaikan, tren kenaikan harga minyak akan memberi dampak yang cukup signifikan kepada kinerja asuransi energi di tahun ini. Ia bilang, kegiatan migas akan kembali tumbuh jika harga minyak mengalami kenaikan. “Kegiatan eksploitasi migas adalah kegiatan yang
high cost, sehingga pemasukan atau pendapatan dari migas yang dihasilkan nantinya harus dapat menutup semua biaya tersebut. Harga minyak berdampak kepada
revenue,” ungkap Dody.
Baca Juga: Diversifikasi, Emiten Batubara Lirik Pembangkit Listrik Tenaga Surya Jumbo Tak hanya itu, Dody juga menilai kenaikan premi asuransi energi di tahun ini juga bisa ditopang oleh kondisi perekonomian global yang mulai membaik serta rencana pencapaian di bidang infrastruktur yang tercantum dalam APBN 2021. “Dengan adanya faktor tersebut namun harga minyak yang masih fluktuatif, jadi masih sulit memprediksi pertumbuhan asuransi energi di tahun 2021, kurang lebih 15%,” ungkap Dody. Sebaliknya, salah satu pemain yang menawarkan asuransi energi, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) melihat asuransi energi masih tertekan di tahun ini. Pada tahun lalu, pendapatan premi Jasindo dari asuransi energi mencapai lebih dari Rp 600 miliar. Direktur utama Jasindo Didit Mehta bilang tren kenaikan harga minyak dunia tidak berpengaruh pada kinerja asuransi energinya karena karena adanya penurunan premi reasuransi dari market reasuransi global. Ia mengatakan hal tersebut berpengaruh pada premi asuransi yang menurun dibandingkan tahun lalu.
“Perlu dicatat bahwa harga premi asuransi energi sangat dipengaruhi oleh harga reasuransi global,” jelas Didit. Melihat hal tersebut, Didit menilai kinerja asuransi energi jasindo yang didominasi oleh sektor upstream kemungkinan akan tertekan mengikuti penurunan harga premi reasuransi global. Oleh karena itu, pihaknya hanya menargetkan pendapatan premi asuransi energi sebesar Rp 500 miliar. “Strateginya adalah dengan melakukan
maintain existing account di
upstream market serta mengembangkan portofolio bisnis baru terutama pada bisnis
downstream, mengingat Jasindo sudah optimal di pangsa pasar
market upstream,” pungkas Didit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi