Tren persalinan lewat bedah caesar di berbagai negara terus mengalami peningkatan, termasuk negara-negara di Asia. Bahkan di China, hampir separo dari seluruh kelahiran di negara itu dilakukan secara caesar. Jumlah ini termasuk tertinggi di dunia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) selama 2007-2008, China menduduki urutan pertama sebagai negara dengan tingkat bedah caesar sampai 46%. Begitupun menurut studi yang dilakukan oleh
American Journal of Obstetrics and Gynecology bekerja sama dengan Consortium on Safe Labor. Berdasarkan data dari 19 rumah sakit, sebanyak 30,5% dari semua kelahiran dilakukan melalui operasi caesar pada tahun 2007.
Dalam laporannya, WHO menemukan sebagian besar ibu hamil memilih operasi caesar karena takut merasakan sakit dan khawatir kondisi vagina mereka akan menjadi kendur setelah persalinan secara normal. Selain itu, operasi caesar dipilih karena calon ibu bisa menentukan sendiri hari kelahiran yang diinginkan. Meski tak setinggi di China dan Amerika, tren operasi caesar di Indonesia juga meningkat. Memang belum ada data sahih soal ini. Namun, menurut Suroso, dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Permata Bunda, melahirkan dengan operasi caesar memang tengah menjadi tren. "Biasanya calon ibu fobia atau takut terhadap rasa nyeri sehingga mereka memilih operasi," katanya. Padahal, Suroso menjelaskan, pasien yang disarankan melakukan operasi ini seharusnya adalah pasien yang masuk kategori berisiko tinggi. Risiko tinggi di sini sangat terkait dengan keselamatan ibu dan si buah hati dalam suatu proses persalinan. Terdorong teknologi Hal senada juga diungkapkan oleh Gatot Abdulrazak dokter di Rumah Sakit Harapan Kita. Menurutnya operasi caesar ditujukan untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan. "Dulu angka kesakitan ibu dan bayi tinggi dan butuh dua-tiga hari baru menjalani operasi, sehingga bayinya kondisinya sudah dalam keadaan sakit. Kalau sekarang, jangan sampai bayinya sakit, jadi dioperasi," katanya. Selain itu, perkembangan teknologi yang semakin maju juga turut mendorong tren persalinan caesar. Misalnya saja
cardiotocography (CTG). Alat ini berfungsi untuk melihat kondisi janin pada saat persalinan. Jika alat ini mengindikasikan bunyi jantung si cabang bayi menurun sampai 80 kali per menit atau meningkat sampai 170 kali per menit, maka kondisi bayi dalam keadaan gawat, sehingga tidak bisa dilahirkan secara normal. Selain itu, melalui alat ultrasonografi atau USG, banyak tidaknya air ketuban si calon ibu juga bisa diketahui. "Kalau air ketubannya sedikit sekali, maka harus melalui proses caesar," kata Gatot.
Apalagi, saat ini proses penyembuhan caesar sudah bisa lebih cepat dibanding sebelumnya. Sekarang dalam waktu 24 jam, pasien sudah bisa siuman dan jalan-jalan. "Kalau sekarang dibiusnya separo badan, sedangkan dulu seluruhnya," katanya. Karena hanya dibius separuh badan, menurut Gatot, biaya caesar menjadi lebih murah, yaitu sekitar Rp 6 juta sampai Rp 8 juta. Namun, hal itu tergantung rumah sakit dan kelas yang dipilih oleh pasien. Meski begitu, Gatot tidak menyarankan operasi caesar jika calon ibu berserta cabang bayinya dalam kondisi sehat dan bisa melakukan persalinan secara normal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Catur Ari