Tren pelemahan rupiah membahayakan industri bank



JAKARTA. Tren pelemahan rupiah akan membahayakan industri perbankan di Tanah Air. Jurus Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan alias BI rate demi memperkuat otot mata uang rupiah akan mengakibatkan persaingan perebutan dana pihak ketiga (DPK) semakin sengit. Kenaikan  bunga kredit tak terelakkan, lantaran biaya dana semakin mahal. 

Tengok saja, sejumlah bank lagi-lagi menaikkan suku bunga kredit. Bank Central Asia (BCA),  misalnya, menaikkan suku bunga dasar kredit (SBDK) sebesar 50 basis poin untuk kredit korporasi dan 25 basis poin untuk kredit ritel per 30 November 2013. Pada saat bersamaan, Bank Permata menaikkan SBDK sebesar 25 basis poin untuk kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi non kredit pemilikan rumah (KPR). Sementara, Bank Internasional Indonesia (BII) menaikkan SBDK untuk kredit ritel dan KPR masing-masing sebesar 25 basis poin.

Umar Juoro, ekonom sekaligus Komisaris Independen BII, mengatakan respon BI menghadapi pelemahan rupiah dengan menaikkan BI rate membikin bankir khawatir.  Persaingan bunga simpanan semakin sengit, sehingga meningkatkan biaya dana. Akibatnya, bank akan menaikkan suku bunga pinjaman, sehingga risiko kredit bermasalah akan semakin meningkat. Menurutnya, kondisi ini terjadi pada semua bank baik tak peduli bank besar, menengah ataupun bank kecil. "Perang bunga simpanan sudah tentu akan menimbulkan kondisi tidak sehat,” kata Umar


Sementara, Eko B Supriayanto, peneliti The Finance Research, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah akan mengakibatkan likuiditas valuta asing (valas) di bank semakin ketat. Permintaan kredit valas akan makin meningkat. Masalahnya, banyak perusahaan mengajukan kredit valas namun memiliki pendapatan rupiah. “Perusahaan ini akan terpukul dan bisa kesulitan melunasi kreditnya,” kata Eko.

Dampaknya, akan terjadi flight to quality. Dana nasabah akan berpindah  dari bank yang kurang baik ke bank yang dinilai lebih baik.  “Ini akan menimbulkan likuiditas di bank crash," kata Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo