KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang kuartal pertama tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,07%
year-on-year (yoy). Dibandingkan kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar 0,52%. Menilik pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha, kontribusi industri pengolahan memang masih yang terbesar dalam struktur PDB yaitu 20,07% pada kuartal pertama lalu. Kontribusi tersebut naik tipis dibandingkan sepanjang tahun lalu yaitu 19,86%. Namun pada saat yang sama, perlambatan terjadi pada industri pengolahan alias manufaktur tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, laju pertumbuhan industri pengolahan hanya 3,86% yoy di kuartal I-2019, atau lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada periode sama tahun sebelumnya yaitu 4,6% yoy.
Sumber pertumbuhan dari industri pengolahan terus menyusut, yaitu 0,99% yoy pada kuartal I-2018 menjadi hanya 0,83% yoy pada kuartal I-2019. Makin besarnya porsi industri pengolahan dalam kue pertumbuhan tak diimbangi laju pertumbuhan yang meningkat. Lantas, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tak juga signifikan terangkat. Lebih rinci, perlambatan pada sektor industri pengolahan terjadi seiring dengan menurunnya pertumbuhan industri batubara dan pengilangan migas. Sepanjang kuartal pertama lalu, industri batubara dan pengilangan migas mencatat pertumbuhan negatif 4,19% yoy, jauh terkontraksi dari pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 0,66% yoy. "Harga komoditas migas di pasar internasional pada triwulan I-2019 secara umum mengalami penurunan, baik secara kuartalan (qtq) maupun secara tahunan (yoy). Kondisi perekonomian global pada triwulan I-2019 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan IV-2019," terang BPS dalam catatannya beberapa waktu lalu. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengaku heran terhadap kontraksi yang terjadi pada pertumbuhan industri batubara dan migas. Menurutnya, faktor tren harga tak seharusnya menekan pertumbuhan sedalam ini. Sebab, meski harga batubara melemah, tren harga minyak di pasar internasional sepanjang kuartal pertama justru meningkat. "Kelihatannya secara umum, industri batubara memang tertekan oleh tren harga yang menurun. Sementara meski tren harga naik untuk migas, namun kemampuan eksplorasi kita mengalami penurunan sehingga produksinya pun menurun," ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Senin (13/5). Memang, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat pencapaian lifting migas selama tiga bulan pertama 2019 hanya mencapai 1,814 juta barel setara minyak per hari (boepd). Angka tersebut di bawah target pemerintah dalam APBN 2019 yaitu 2,205 juta boepd. Di sisi lain, Faisal memandang, lesunya pertumbuhan industri pengolahan menunjukkan bahwa iklim usaha industri manufaktur di dalam negeri belum mengalami perbaikan. Tambah lagi, ketidakpastian tahun politik turut mempengaruhi sejumlah keputusan bisnis maupun investasi pada sektor manufaktur di awal tahun ini.
Faisal mengatakan, pertumbuhan industri pengolahan yang terus dibiarkan menurun dapat semakin mempersulit upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain kontribusinya yang besar pada struktur PDB, industri pengolahan juga menciptakan efek pengganda (
multiplier effect) yang cukup banyak, termasuk penciptaan lapangan kerja formal. "Target 5,3% itu kami perkirakan sulit dicapai. Pertumbuhan akan banyak bergantung pada kondisi eksternal dan konsumsi domestik yang kami perkirakan hanya akan berkisar pada 5,1%-5,2% sepanjang tahun ini," ujar Faisal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto