Tren suku bunga naik, saham perbankan masih akan diminati



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reseve (The Fed) kembali mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan mereka, Fed Fund Rate menjadi 2% sampai 2,5% pada 27 September lalu.

Keputusan The Fed yang disinyalir untuk mempercepat pertumbuhan Amerika Serikat tersebut pun direspons cepat oleh Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) guna menahan laju defisit transaksi berjalan dalam negeri.

Dus, dalam upayanya tersebut, total BI sudah menaikkan BI 7DRRR hingga 150 bps sejak bulan Mei 2018, dari 4,25% menjadi 5,75%. Kondisi ini menyebabkan perbankan harus menyesuaikan suku bunga mereka.


Di sisi lain, derasnya kenaikan suku bunga acuan ini pun sedikit banyak berdampak terhadap fundamental perbankan yang memang sensitif terhadap suku bunga.

Kendati demikian, Vice President Research Department PT Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya menilai, perbankan dalam negeri sudah mengantisipasi era suku bunga yang agresif seperti ini. Pasalnya salah satu pendorong perekonomian adalah perbankan.

Hal ini tercermin dari realisasi kredit perbankan per Agustus 2018 yang mencapai 12,12% secara year on year (yoy). Pertumbuhan kredit ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tumbuh 11,34% yoy.

Sementara dari sisi penghimpunan dana, rata-rata industri perbankan mencatatkan pertumbuhan dana pihak pihak ketiga (DPK) lebih rendah dibandingkan kredit alias hanya tumbuh 6,88% yoy pada Agustus 2018.

Adapun sisi rasio kredit bermasalah, OJK mencatat, non performing loan (NPL) bank berada di level 2,74% per Agustus 2018. Rasio NPL tersebut naik tipis dari bulan Juli 2018 yang sebesar 2,73%. Namun, bila dibandingkan dengan bulan Agustus 2017 yang mencapai 3,04%, rasio NPL bank saat ini terbilang rendah.

Kondisi tersebut mencerminkan dari sisi fundamental, industri perbankan masih menunjukan pertumbuhan di tengah kondisi suku bunga menanjak.

William menambahkan, peran bank yang tinggi ini membuat kesiapan mereka dalam menghadapi kondisi ekonomi akan jauh lebih baik dibandingkan industri lain. Lebih lanjut, ini yang membuat saham bank masih positif hingga akhir tahun. “Saya rekomendasikan BJTM, BBNI, dan BBCA,” ujar William, Minggu (30/9).

Analis Panin Sekuritas, William Hartanto pun menyatakan, saham perbankan sudah mengantisipasi kondisi suku bunga saat ini. Bank masih kuat melaju di kondisi pelemahan rupiah, defisit neraca dagang dan suku bunga meninggi.

Menengok data Bloomberg pada Jumat (28/9), saham industri keuangan khususnya bank pun masih cukup menjanjikan. Terdapat beberapa jawara saham bank secara kuartalan atau quarter to date (qtd) seperti MAYA naik 37,25%, BDMN naik 12,94%, BBCA naik 12,22%, PNBN naik 11,18% dan BBRI naik 10,92%. Terdapat saham yang masih di zona merah antara lain, BNLI turun 13,79%, BTPN turun 6,25%, BJTM turun 4,41%, BNGA turun 3,68% dan BJBR turun 2,87%.

“Menjelang akhir tahun ini memang trigger-nya adalah laporan keuangan kuartal III. Kalau hasilnya sesuai ekpektasi maka seharusnya saham bank akan rebound,” ujar Hartanto kepada Kontan, Minggu (30/9).

Hartanto merekomendasikan beberapa saham bank yang bisa dikoleksi dengan target harga hingga akhir tahun antara lain BBRI Rp 3.600 per saham, BBTN Rp 2.800-Rp 3.000 per saham, BJTM Rp 700 per saham, BNLI Rp 600 per saham, PNBN Rp 1.000 per saham, BMRI Rp 7.500 per saham, BBCA Rp 25.000 per saham dan BJBR Rp2.200 per saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati