Trend merger dan akuisisi meredup di 2015



JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ternyata turut berpengaruh pada trend merger dan akuisisi yang berlangsung di tanah air. Pertumbuhan aktivitas aksi korporasi ini masih akan sama seperti yang terjadi di tahun 2014 lalu. Nilai transaksi dari kegiatan tersebut sepanjang tahun ini diperkirakan hanya bisa tercapai sekitar US$ 9 miliar. “Dua hari lalu level indeks mencapai titik paling rendah dan ini susah untuk melakukan transaksi seperti IPO atau akuisisi besar lainnya,” ujar Bruce Delteil, APAC Lead, Accenture Strategy M&A di Jakarta, Selasa (11/8). Menurutnya kondisi yang terjadi saat ini sangat berbeda dari di tahun 2007, ketika di Indonesia cukup banyak terjadi proses merger dan akuisisi. Berkat stabilitas ekonomi yang cukup bagus dan konsolidasi industri yang baik, nilai transaksi aksi korporasi tersebut bahkan mencapai 2 kali lipat di kisaran US$ 18 miliar. Banyak kesepakatan besar yang terjadi saat itu. Bruce mengatakan pelemahan merger dan akuisisi baru mulai terlihat ketika pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan yang justru dianggap kontra dengan iklim investasi seperti pembatasan kepemilikan asing dan daftar negative investasi. Ditambah dengan ketidakstabilan kondisi politik saat pemilu, akhirnya banyak proses merger akuisisi dan merger yang batal. “Seperti keputusan menghentikan merger dan akuisisi antara Danamon dan DBS,” terangnya. Dengan kondisi semacam ini, Bruce memprediksi perbaikan aktivitas merger dan akuisisi baru bisa tercapai di tahun 2016 nanti. Perbaikan itu bisa terjadi asalkan kondisi ekonomi yang kembali pulih. Kata dia, merger dan akuisisi sejatinya adalah tanda dari kondisi ekonomi yang dinamis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan