Trimegah Bangun Persada (NCKL) Mengeduk Cuan dari Nikel Pulau Obi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pulau Obi hanyalah sebuah pulau seluas 2.542 km2 di Provinsi Maluku Utara. Namun siapa sangka, pulau ini mengandung komoditas logam yang menjadi penentu masa depan energi Indonesia, yakni nikel.

Di Pulau inilah, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) beroperasi dan meraup keuntungan. Emiten tambang terafiliasi Grup Harita ini memiliki dan mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif seluas 5.523,99 hektare yang berlokasi di Kawai dan Loji, di Pulau Obi, yang dioperasikan melalui dua konsesi pertambangan.

Rinciannya, pertama, seluas 4.247 hektare di Kawasi yang dioperasikan oleh NCKL. Kedua, seluas  1.277 hektare di Loji yang dioperasikan oleh entitas anak NCKL, PT Gane Permai Sentosa.


Selain itu,sampai dengan saat ini, NCKL memiliki dua prospek pertambangan nikel, yaitu PT Obi Anugerah Mineral seluas 1.775 hektare dan PT Jikodolong Megah Pertiwi dengan luas 1.885 hektare. Keduanya juga berlokasi di Pulau Obi.

Per tanggal 30 September 2022, sumber daya mineral telah ditentukan dalam deposit yang terletak di dua proyek pertambangan aktif milik NCKL yakni Tambang Kawasi dan Tambang Loji, serta prospek tambang Jikodolong yang sedang dikembangkan.

Baca Juga: Citi Fasilitasi Transaksi Penawaran Umum Perdana (IPO) Harita Nickel

Genjot hilirisasi

NCKL tercatat memiliki sejumlah proyek yang berkaitan dengan baterai listrik, salah satunya produksi smelter mixed hydroxide precipitate (MHP). Presiden Direktur NCKL, Roy A. Arfandy mengatakan pada akhir Maret 2023, total kapasitas produksi MHP mencapai 55.000 ton per tahun MHP.

“Kami juga memproduksi nikel sulphat turunan dari MHP yang akan digunakan sebagai prekursor baterai.  Selesai pada awal April 2023 dengan kapasitas 55.000 ton juga,” kata Roy, Rabu (12/4). Ini akan menjadi tonggak sejarah baru dalam industri baterai kendaraan listrik dengan hadir dan beroperasinya pabrik nikel sulfat pertama di Indonesia.

Di segmen feronikel, NCKL melalui anak usahanya yakni Halmahera Jaya Feronikel (HJF) menargetkan hingga delapan lini produksi yang beroperasi. Kata Roy,  sampai akhir Maret 2023 sudah enam lini produksi yang sudah beroperasi secara komersial. Target perusahaan, delapan lini produksi tersebut sudah beroperasi semua hingga akhir 2023.

Baca Juga: Resmi Melantai di BEI, Trimegah Bangun Persada (NCKL) Siap Menggeber Bisnis

Tahun ini, manajemen NCKL berharap Halmahera Jaya Feronikel berproduksi secara penuh, dengan kapasitas mencapai 100.000 ton dari tahun sebelumnya yang hanya 25.000 ton.  Sementara ini, hasil produksi smelter NCKL dijual ke pasar ekspor, dengan negara seperti Korea, China, India, hingga Jepang.

Untuk kinerja keuangan, manajemen NCKL memasang target optimistis.  Direktur NCKL Suparsin Darmo Liwan menargetkan, pendapatan tahun ini minimal ada peningkatan dua kali lipat dari tahun 2022. “Namun, kembali lagi proyeksi tergantung dari harga nikel di market, karena harga sangat volatile,” kata Suparsin.

Mengintip kinerja keuangan, pendapatan NCKL dari kontrak dengan pelanggan mencapai Rp 9,04 triliun selama periode Januari hingga November 2022. Jumlah ini naik 17,32% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. NCKL juga mencatat pendapatan lain sebesar Rp 231,30 miliar, meningkat 255,82% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 65 miliar.

NCKL juga mencatatkan kenaikan laba usaha sebesar 18,43%, dari Rp3,31 triliun menjadi Rp3,92 triliun per 30 November 2022.

Baca Juga: Usai IPO, Trimegah Bangun Persada (NCKL) Menggenjot Produksi

Manajemen menilai, NCKL berada di posisi strategis untuk mendapatkan keuntungan dari meningkatnya kebutuhan baterai isi ulang di industri kendaraan listrik seiring upaya transisi. NCKL yakin berada di posisi yang baik untuk mendapatkan keuntungan dari perkiraan peningkatan permintaan MHP dan tren di sektor kendaraan listrik, karena hal ini akan menyebabkan peningkatan permintaan nikel milik NCKL.

Prospek nikel didukung oleh kajian yang dilakukan oleh AME Mineral Economics. AME merupakan konsultan pertambangan yang ditunjuk NCKL untuk membuat laporan industri di pasar nikel, dalam rangka penawaran umum perdana saham NCKL.

Selama 10 tahun ke depan, konsumsi nikel Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan melampaui Jepang, didukung oleh industri manufaktur kendaraan listrik yang melonjak. AME memperkirakan China dan Indonesia akan tetap menjadi konsumen nikel jadi terbesar selama lima tahun ke depan, karena China terus menjadi produsen baterai kendaraan listrik dan baja tahan karat terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia terus mengembangkan sektor hilir nikelnya

Permintaan nikel jadi  di Indonesia juga diperkirakan akan tumbuh dengan pertumbuhan majemuk sebesar 2,8% hingga mencapai sekitar 436.000 ton pada tahun 2027. Pertumbuhan bertahap diharapkan karena sektor baja tahan karat (stainless steel) yang terus berkembang.

 
NCKL Chart by TradingView

Kurangi jumlah emisi IPO

NCKL resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada perdagangan Rabu (12/4). NCKL menjadi emiten ke-31 yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek sepanjang 2023. NCKL menawarkan sebanyak 7,9 miliar saham atau setara dengan 12,67% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Adapun harga fnal yang ditetapkan sebesar Rp1.250 per saham

Dengan demikian, entitas Grup Harita ini akan meraup dana segar sebesar Rp 9,97 triliun dari aksi initial public offering (IPO).

Jumlah ini menurun dari nilai awal penawaran umum perdana saham yang mencapai Rp 14,75 triliun sampai dengan Rp 15,11 triliun. Sebelumnya, dalam prospektus awal disebutkan bahwa NCKL akan melepas hingga 12,09 miliar saham baru, yang mewakili sebanyak-banyaknya sebesar 18,00% dari modal ditempatkan dan disetor.  Menurut Suparsin, pengurangan emisi ini menyesuaikan jumlah dana yang dibutuhkan oleh NCKL.

Nantinya, dana IPO ini akan digunakan untuk mendukung penyelesaian konstruksi proyek, menambah kapasitas produksi, melunasi Sebagian pinjaman NCKL, serta tambahan modal kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati