KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 2021, PT Trinity Optima Production menjadi perusahaan label rekaman (
record label) lokal terbesar di Indonesia karena mengantongi digital
income paling tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan lokal lainnya. Asal tahu saja, saat ini Trinity menaungi sejumlah artis kenamaan seperti Armand Maulana, Ungu, Afgan, Maudy Ayunda, Mawar De Jongh, Sherina, Lesti Kejora, dan masih banyak lainnya. CEO Trinity Optima Production, Yonathan Nugroho memaparkan, berdasarkan
digital income, Trinity berada di ranking pertama di antara perusahaan label rekaman lokal di Indonesia yang tergabung dalam ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia).
“
Market share kami hampir 20% di antara perusahaan label rekaman lokal lainnya,” ungkapnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (14/7).
Baca Juga: Kemdikbudristek Kerja Sama New York Film Academy Gelar Kompro 2022 Usaha menjadi perusahaan label rekaman lokal terbesar di Indonesia diakui Yonathan harus melewati sejumlah tantangan yang berat. Dia melihat bahwa seiring dengan perkembangan zaman, peran label rekaman semakin tergerus. Di zaman dulu, masyarakat yang mau mendengarkan musik harus membeli CD dan kaset. Pada masa itu, peran label rekaman sangat besar karena artis membutuhkan partner untuk mendistribusikan karya ke seluruh Indonesia. Sebagai perusahaan label rekaman, pihaknya menyediakan channel dan agen untuk mendistribusikannya. Namun, dengan bergulirnya era digital, musik menjadi semakin mudah diakses, pembajakan CD marak terjadi sehingga
value dari musik makin hari makin terkikis. “Intinya, sesuatu yang gak bisa dibajak pasti
income-nya besar. Misalnya saja di 2004 ada
Ring Back Tone (RBT), itu kan tidak bisa dibajak,
revenue kami melonjak signifikan. Kemudian muncul CD dan marak pembajakan serta Mp3 yang bisa download tanpa perlu bayar, ini membuat
value music semakin berkurang karena orang mau dengar tetapi tidak mau bayar,” paparnya. Di sisi lain, adanya perubahan zaman yang cepat, khususnya dari sisi teknologi seperti munculnya platform musik digital seperti Spotify, Youtube, dan lainnya turut menjadi aral melintang tersendiri bagi pelaku usaha di industri musik. Yonathan mengatakan, sebagai pembuat konten tantangan yang dihadapi perusahaan label musik adalah bagaimana bisa beriringan dengan kecepatan perkembangan teknologi. Dia melihat musik juga akan menjadi gratis, bukan lagi konsumen yang membayar melainkan perusahaan sehingga model bisnisnya menjadi B2B dari yang sebelumnya B2C. Terbukti saat ini Trinity juga mengantongi pendapatan cukup besar dari Youtube. Melihat berbagai tantangan ini, sejatinya Trinity Optima Production sudah mulai melakukan diversifikasi bisnis sejak 2005. Yonathan mengatakan, Trinity termasuk menjadi perusahaan label rekaman pertama yang menciptakan model bisnis 360 derajat dan mengembangkan perusahaannya sebagai manajemen artis.
Baca Juga: Kominfo Bisa Blokir Situs dan Aplikasi Trading, Tenggat Mendaftar PSE 20 Juli 2022 Pada 2009 pihaknya membentuk lini usaha anyar bernama Trinity Artist Management. Di sinilah titik balik bisnis Trinity yang tadinya hanya sebagai perusahaan label rekaman menjadi perusahaan
talent development dan
artist management. Melalui Trinity Artist Management, pihaknya mengelola artis secara personal. Yonathan memberikan contoh, kalau ada panggilan atau
job menyanyi
off air di acara
wedding, kafe,
corporate gathering, akan dikelola oleh Trinity. “Kalau bisa menjadi bintang iklan, kami yang negosiasi, melihat
scope of work-nya seperti apa,” jelasnya. Selain itu dengan adanya
social media, mulai muncul digital endorsement. Mengikuti perkembangan tersebut, Trinity juga akan membantu artis membangun aset media sosial, produksi konten, membuat
caption dan lain sebagainya. Berlanjut, pada 2011 pihaknya semakin meluaskan bisnisnya dengan membentuk Trinity Creative Technology atau Dignity sebagai perusahaan
artist content provider. Namun, pada 2011 perkembangan Dignity kurang berjalan lancar karena bertepatan dengan malapetaka black October. Kala itu, marak terjadi pencurian pulsa sehingga seluruh konten yang di-
subscribe seperti
ring back tone harus diberhentikan (
unreg). Hal ini berimbas pada bisnis Trinity yakni 97%
revenue hilang dalam satu hari. Maka diperlukan beberapa tahun untuk kembali memulihkan bisnis ini. Sebagai upaya membenahi bisnis, pada 2014 Trinity mengembangkan
stream management di mana Trinity Group dan Emtek Group membuat perusahaan patungan atau
joint venture untuk mengelola
talent baru jebolan dari program SCTV dan Indosiar. “Waktu itu Indosiar pertama kali bikin Dangdut Academy season 1 yang menang Lesti Kejora. Kami
manage Lesti sampai hari ini,” terangnya. Adapun setelah melihat prospek bisnis musik dangdut yang sangat bagus, Trinity memisahkan label musik untuk dangdut dengan pop. Yonathan menimbang bahwa musik dangdut dan pop memiliki segmentasi yang berbeda sehingga media serta cara promosinya juga lain. Maka itu, Trinity membentuk sub label baru yakni 3D Entertainment di 2016.
Baca Juga: Kemenperin Tingkatkan Kemitraan PIDI 4.0 untuk Akselerasi Digitalisasi Industri Kemudian di 2018, dibentuk Kicau yang dibuat sebagai lini usaha baru sebagai agregator musik. “Pada masa ini
digital music makin marak dan banyak pula yang membutuhkan bantuan distribusi secara digital. Kicau kami buat sebagai digital agregator, sederhananya kita bantu teman-teman atau label kecil mendistribusikan lagunya ke platform digital,” terangnya. Lalu pada 2020 pihaknya membentuk Acuan Entertainment yang merupakan sub-label antara Trinity Optima Production dengan Indomusikgram untuk menaungi artis yang berkarya lewat men-
cover lagu. Di tahun yang sama, Trinity juga menciptakan Trinity Optima Plus yang mengelola
intelectual property (IP) artis. Nah, baru-baru ini, Trinity juga mulai merambah sebagai perusahaan ventura di mana mereka sudah menyuntikkan dana segar ke sejumlah perusahaan rintisan atau
start up seperti Sayurbox, Wahyoo, dan Noice. “Kami mau Trinity sebagai ekosistem lengkap di
entertainment business sehingga tidak hanya musik saja, tetapi juga berkolaborasi dengan
startup khususnya untuk promosi. Tentu untuk promosi mereka butuh
influencer, bisa kerja sama dengan artis kita untuk promosi,” terangnya. Selain membentuk perusahaan ventura, Trinity juga melebarkan sayap bisnisnya ke produksi film. Yonathan mengemukakan, film yang diproduksi bekerja sama dengan
Over-the-Top (OTT) Platform yakni Maxstrem.
Baca Juga: Net Visi Media (NETV) Klaim Kuasai 20% Market Share Pemirsa YouTube Indonesia Salah satu karya yang sudah ditayangkan adalah film berjudul Kau dan Dia 1 yang mendapat perhatian 8 juta penonton. Yang terbaru, film Kau dan Dia 2 sudah ditayangkan dua minggu ini dan telah ditonton hampir 6 juta penonton. Kendati lincah melakukan diversifikasi bisnis, komposisi pendapatan Trinity masih didominasi atau 60% dari label rekaman karena pihaknya mengantongi hampir 2.000 musik yang masih menghasilkan. Penghasilan itu datang dari radio, youtube,
soundtrack sinetron, atau sumber lainnya yang menggunakan lagu-lagu hasil produksi Trinity.
Adapun sisa pendapatan atau 40% nya dari segmen lainnya khususnya dari lini bisnis
artist management. Di sepanjang tahun ini, Trinity Optima Production membidik target pertumbuhan pendapatan hingga 20%
year on year (yoy). Yonathan optimistis target ini dapat tercapai karena seiring membaiknya kondisi pandemi Covid-19, lini bisnis
artis managent dapat berjalan lebih lancar. Yonathan memaparkan, pada 2019 ke 2020
revenue Trinity mengalami penurunan signifikan karena kondisi pandemi sehingga bisnis
artist management tidak ada. Namun, di 2020 ke 2021, Trinity mencatatkan ada pertumbuhan
revenue hingga 25% yoy seiring kondisi pandemi yang membaik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .