Triputra Agro (TAPG) Mengaku Tak Terimbas Penurunan Demand CPO di Pasar Ekspor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sawit Grup Triputra PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) mengungkapkan bahwa penurunan permintaan CPO dari luar negeri tidak mempengaruhi kinerjanya. Hal ini dikarenakan penjualan perseroan fokus pada pasar domestik.

"Penjualan TAPG masih berfokus pada domestik sehingga kita tidak terpengaruh langsung pada penurunan demand dari luar negeri mengingat demand domestik yang cukup baik menjelang lebaran serta implementasi program Biodiesel B35 yang telah berjalan sejak Februari 2023," tutur Sekretaris Perusahaan Triputra Agro Persada Joni Tjeng kepada Kontan, Jumat (10/2).

Sebagai informasi, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengatakan saat ini ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) minim lantaran permintaan dari luar negeri turun, sehingga stok menumpuk.


Pasokan CPO yang menumpuk itu sebanyak 6,17 juta ton dari seluruh Indonesia. CPO tersebut merupakan pasokan yang siap ekspor dari November 2022 sampai Januari 2023.

Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Bidik Kontrak Baru Rp 26 Triliun, Begini Strateginya

Mengenai produksi CPI, Joni menambahkan saat ini produksi sedang menurun sesuai faktor musiman. Tak hanya itu, pihaknya juga fokus pada kebijakan kelapa sawit dengan mengantisipasi ketersediaan minyak goreng dalam negeri dan mengantisipasi inflasi menjelang lebaran dengan kebijakan DMO 1:6 sejak 1 Januari 2023. Dengan demikian, dia menilai demand dalam negeri diharapkan dapat terpenuhi sebelum memenuhi kebutuhan ekspor. ujarnya.

"Program B35 yang berjalan pada Februari 2023 diperkirakan akan menciptakan demand tambahan hingga 2 juta KL dibandingkan B30 hal ini diharapkan dapat menggantikan demand ekspor yang sedang lesu. TAPG selalu memaksimalkan produksi setiap tahunnya mengingat umur tanaman kami yang sedang berada di masa puncak, penggunaan pupuk yang optimal, dan implementasi good agricultural practices," lanjut Joni.

Lebih lanjut, Triputra Agro Persada tercatat membukukan penjualan sebesar Rp 6,74 triliun per September 2022, naik 51,51% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021 sebesar Rp 4,45 triliun.

Penjualan minyak kelapa sawit dan inti sawit masih menjadi kontributor utama dengan penjualan mencapai Rp 6,70 triliun. Sementara itu, penjualan tandan buah segar (TBS) sawit selama Januari—September 2022 mencapai Rp 20,70 miliar atau turun dari sebelumnya Rp 56,55 miliar. Penjualan karet tercatat naik dari Rp 15,97 miliar per September 2021 menjadi Rp 20,94 miliar.

Triputra Agro tercatat menjual sebagian besar produknya ke PT Sinar Alam Permai dengan nilai mencapai Rp 2,0 triliun dan ke PT Kutai Refinery Nusantara sebesar Rp 1,25 triliun.

TAPG juga menjual produknya ke emiten Grup Sinar Mas PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) senilai Rp 710,65 miliar, PT Energi Unggul Persada Rp 604,34 miliar, dan PT Wilmar Nabati Indonesia senilai Rp 589,73 miliar selama Januari—September 2022.

Laba bersih TAPG tercatat melesat 228,78% menjadi Rp 2,42 triliun, dari Rp 736,30 miliar pada Januari—September 2021. Kenaikan laba bersih dinikmati Triputra Agro meski beban pokok penjualan naik dari Rp 3,40 triliun di akhir kuartal III/2021 menjadi Rp 3,96 triliun pada akhir kuartal III/2022.

Baca Juga: Nusantara Infrastructure (META) Divestasi Bisnis Pelabuhan Sebesar US$ 5,7 Juta

Terkait produksi CPO pada tahun 2023, diperkirakan iklim akan mulai berpindah dari La Nina ke iklim netral sehingga pertumbuhan produksi diperkirakan tidak akan sebaik tahun 2022. Hal ini berlaku untuk produk turunannya.

TAPG menambahkan, namun begitu permintaan dari pasar domestik diperkirakan juga akan meningkat khususnya dari program Biodiesel B35 yang berjalan pada Februari 2023 dan program B40 yang masih akan diuji.

Kombinasi kedua hal tersebut diharapkan dapat menjaga nilai jual CPO di 2023 yang juga berdampak langsung pada pertumbuhan laba TAPG. Namun demikian, pihaknya enggan memberikan gambaran target angka yang pasti.

"Tahun 2023, rencana spending capex kami mencapai Rp 900 miliar, dimana porsi dua pertiga untuk infrastruktur rumah, jalan dan mekanisasi. Sisanya capex digunakan untuk mill, kendaraan serta sarana pendukung lainnya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi