KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kalangan pelaku usaha industri Tesktil dan Produk Tekstil (TPT) tengah gencar-gencarnya memberi masukan kepada pemerintah agar bisa diakomodasi di dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Salah satu persoalan yang disoroti dalam masukan di antaranya meliputi ketentuan mengenai biaya upah lembur. Berbeda dengan aspirasi tersebut, PT Trisula International Tbk tidak melihat adanya urgensi untuk merevisi ketentuan mengenai upah lembur yang berlaku di dalam undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku saat ini. Baca Juga: Caplok 78,52% BELL, Trisula International (TRIS) Lancarkan Rights Issue Rp 600 Miliar
“untuk upah lembur menurut kami sudah ideal,“ ujar Corporate Secretary PT Trisula International Tbk, Kresna Wilendrata kepada Kontan.co.id (18/09). Padahal, gaji dan tunjangan memiliki porsi kontribusi yang besar dalam total beban umum dan administrasi PT Trisula International Tbk. Berdasarkan laporan keuangan PT Trisula International Tbk, beban gaji dan tunjangan karyawan PT Trisula International Tbk di semester I 2019 mencapai Rp 16,19 miliar atau setara dengan 46,65% dari total beban umum dan administrasi PT Trisula International Tbk. Tidak hanya itu, secara lebih jauh Kresna bahkan menyebutkan bahwa PT Trisula International Tbk menilai ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sudah ideal. Baca Juga: Bakal rights issue, begini rencana bisnis Trisula International (TRIS) Hal ini berbeda dengan pandangan yang disampaikan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Istana Presiden kepada Presiden Joko Widodo pada 16 September 2019 lalu. Dalam risalah rapat yang diperoleh dari pertemuan tersebut, disebutkan bahwa API meminta agar revisi dilakukan terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, utamanya terhadap ketentuan mengenai upah lembur, jam kerja dalam seminggu, pesangon, dan usia minimum pekerja.