Jakarta. Harga batubara tergelincir menjelang akhir pekan. Nilai impor China yang anjlok jadi salah satu penyebabnya. Mengutip Bloomberg, Kamis (10/11), harga batubara kontrak pengiriman Desember 2016 di ICE Futures Exchange melorot 1,54% menjadi US$ 104,85 per metrik ton. Namun, dalam sepekan terakhir harga komoditas ini masih terangkat 1,79%. Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka, menjelaskan, koreksi harga batubara terjadi gara-gara pergerakan fluktuatif komoditas global. Terutama, harga minyak mentah dunia yang terus di bawah level US$ 45 per barel. Batubara pun terkena imbasnya.
Tambah lagi, impor batubara China selama Oktober 2016 anjlok 11,7%. Alhasil, impor negeri tembok raksasa ini hanya sebanyak 21,58 juta ton yang akhirnya menambah beban pergerakan batubara. Di sisi lain, Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures, melihat, janji Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru Donald Trump mengembalikan harga dan permintaan batubara hingga 100%, sebenarnya jadi harapan untuk melambungkan harga si batu hitam kelak. Terlebih, Presiden AS ke-45 ini bersiap membuka peluang pembangunan pembangkit nuklir lewat kerjasama dengan Jepang dan Korea. “Pasar berharap ada lonjakan permintaan batubara di masa datang jika Trump menepati janjinya,” tutur Wahyu. Selama isu ini masih berembus di pasar global, Wahyu menambahkan, kans harga batubara naik tetap ada. "Paling tidak kenaikannya sepekan ke depan," ujarnya. Tapi, pasar mesti mewaspadai pergerakan harga minyak yang bisa jadi batu sandungan bagi batubara. Jika OPEC gagal mencapai kesepakatan pemangkasan produksi, Ibrahim mengatakan, harga minyak bisa terperosok. Dan, hal yang sama bisa terjadi pada harga batubara. Tekanan juga bisa datang dari analisis BMI Research yang menyebutkan, Pemerintah China menerapkan kebijakan pengurangan batubara untuk pembangkit listrik menjadi hanya 55% sampai 2025 mendatang. Padahal, penggunaan batubara bagi pembangkit listrik di 2015 mencapai 70%. “Sampai akhir 2016, diprediksi support kuat harga batubara di US$ 100 per metrik ton, berkaca dari fundamentalnya yang masih positif,” proyeksi Ibrahim. Apalagi, impor batubara China sepanjang tahun ini masih naik 18,5% menjadi 202 juta ton ketimbang periode yang sama tahun lalu. Biro Statistik Nasional China juga melaporkan, produksi batubara negaranya selama sembilan bulan pertama 2016 masih terkikis 11% dibanding Januari–September 2015. Hanya, kekurangan pasokan batubara global tetap bisa menopang kenaikan lanjutan harga komoditas ini. Dengan mempertimbangkan peluang The Fed menaikkan suku bunga di Desember 2016, Ibrahim menduga, rentang pergerakan harga batubara sampai tutup tahun antara US$ 100–US$ 115 per metrik ton. Dan, menilik pergerakan sepekan terakhir, Ibrahim menilai, kans harga batubara kembali melesat masih ada.
Mengingat, katalis positif juga datang dari laporan Coal India Ltd yang menunjukkan, pada September 2016 produksinya turun 5,2% jadi 35,42 juta ton dibanding bulan yang sama di 2015. Angka ini masih bawah target produksi yang dipatok Coal India sebelumnya. “Fundamental masih cukup kuat membuat harga batubara bertahan naik dan membedakan pergerakannya dengan komoditas lain pekan depan,” jelas Wahyu. Ia pun memprediksikan, sepanjang pekan depan harga batubara akan bergerak di kisaran US$ 99–US$ 113 per metrik ton. Sedangkan Ibrahim memperkirakan antara US$ 102,80–US$ 106,30 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto