Trump effect masih menekan pasar obligasi



Jakarta. Kinerja pasar obligasi dalam negeri cenderung tertekan pada perdagangan Senin (14/11). Baik obligasi korporasi maupun surat utang negara (SUN) di pasar domestik mencatatkan kinerja negatif.

Mengacu Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per Senin (14/11), rata-rata kinerja pasar obligasi korporasi (INDOBeX Corporate Total Return) terkoreksi 0,59% dibandingkan hari sebelumnya ke level 220,6. Sedangkan kinerja pasar obligasi domestik (Indonesia Composite Bond Index) merosot 1% dibandingkan hari sebelumnya ke level 207,74.

INDOBeX Composite Clean Price terkoreksi 1,05% ketimbang hari sebelumnya menjadi 110,81. Sebaliknya, INDOBeX Composite Effective Yield membengkak dari semula 7,75% menjadi 7,93%. Jika harga obligasi terpeleset, yield-nya akan membesar. Sebaliknya, ketika harga obligasi menguat, yieldnya akan mengecil.

Baik pasar obligasi pemerintah maupun pasar obligasi korporasi tertekan pada perdagangan hari ini. INDOBeX Government Total Return yang menukik 1,06%.

Lili Indarli, Analis IBPA menuturkan, Trump Effect memang menjadi penahan laju kinerja pasar obligasi korporasi. Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke - 45 pekan lalu menimbulkan ketidakpastian global baru.

Kekhawatiran investor mulai mencuat. Sebab, ada beberapa rencana kebijakan Trump yang tidak disambut baik.

Mulai dari rencana Trump untuk mengeluarkan AS dari North American Free Trade Agreement dan Trans-Pacific Partnership, mengerek tarif impor tinggi untuk produk asal China dan Meksiko, hingga menarik dana agar kembali masuk ke AS melalui kebijakan suku bunga tinggi.

"Ini dikhawatirkan dapat mengganjal upaya pemulihan ekonomi global dan pastinya akan berdampak pula pada perekonomian Indonesia," terang Lili/

Senada, Senior Research Analyst pasardana.id Beben Feri Wibowo mengakui, sentimen eksternal memang mendominasi pergerakan pasar obligasi korporasi Indonesia.

Pasar tengah mencermati kebijakan-kebijakan serta pengangkatan Menteri Keuangan dan Menteri Perekonomian AS versi Trump. Tekanan juga bersumber dari spekulasi kenaikan suku bunga acuan AS (The Fed) pada Desember 2016. Walhasil, rupiah akhir pekan lalu sempat menembus level Rp 13.800 per dollar AS.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto