KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hubungan antara Amerika Serikat dan Korea Utara terus memburuk meskipun ada upaya diplomasi selama pemerintahan Donald Trump. Pernyataan Trump baru-baru ini bahwa pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, “merindukan saya” mendapat tanggapan tajam dari Kim, yang menyebut kebijakan AS tetap “agresif dan bermusuhan.”
Kim Jong Un: Sikap Kritis terhadap AS
Dalam pidatonya di sebuah pameran pertahanan di Pyongyang pekan ini, Kim menegaskan bahwa Korea Utara telah "menjelajahi semua kemungkinan negosiasi" dengan AS.
Ia menyalahkan kebijakan AS yang tidak berubah atas meningkatnya kekacauan dalam urusan internasional. Menurut Kim, situasi dunia saat ini adalah yang “paling kacau dan penuh kekerasan” sejak Perang Dunia II.
Baca Juga: Ini Lokasi Peternakan di Texas untuk Fasilitas Deportasi Massal dari Kebijakan Trump Kim juga menyoroti skeptisisme rezimnya terhadap perubahan kebijakan AS, terlepas dari siapa yang memimpin. Media pemerintah Korea Utara pada Juli lalu menanggapi komentar Trump dengan menyatakan bahwa dinamika politik AS yang dilanda konflik internal tidak akan mengubah pendekatan terhadap Korea Utara.
Dinamika Diplomasi Era Trump
Selama masa jabatannya, Trump mengubah pendekatan terhadap Korea Utara, mulai dari ancaman langsung hingga pertemuan diplomatik. Di awal pemerintahannya, Trump dan Kim saling melontarkan penghinaan, dengan Trump menyebut Kim sebagai “Little Rocket Man” dan Kim membalas dengan menyebut Trump sebagai “dotard.” Namun, antara 2018 dan 2019, keduanya bertemu tiga kali — di Singapura, Hanoi, dan Zona Demiliterisasi Korea (DMZ). Meski pertemuan tersebut mencetak sejarah, mereka gagal mencapai kesepakatan konkret terkait denuklirisasi dan pengurangan sanksi.
Baca Juga: Daftar Lengkap Calon Kabinet Donald Trump, Pembaruan Besar Menanti! Pasca pertemuan itu, hubungan kembali mendingin. Analis seperti Hwang Ji-hwan dari Universitas Seoul menyebut bahwa Kim tidak ingin “kehilangan muka” lagi dalam diplomasi dengan AS, sebuah sinyal bahwa Korea Utara kini lebih berhati-hati.
Ketegangan di Asia Pasifik dan Peran Rusia
Sementara itu, ketegangan di kawasan terus meningkat. AS dan Korea Selatan secara rutin mengadakan latihan militer besar-besaran di Pasifik, yang dilihat Korea Utara sebagai ancaman langsung. Di sisi lain, Korea Utara terus memperluas persenjataan nuklirnya dan mempererat hubungan dengan Rusia. Kerja sama militer Pyongyang-Moskow terlihat jelas dalam dukungan Korea Utara terhadap perang Rusia di Ukraina. Ribuan tentara Korea Utara telah dikirim untuk membantu Rusia dalam konflik yang mandek, sementara Rusia memberikan dukungan diplomatik dan hadiah termasuk hewan langka kepada rezim Kim.
Baca Juga: Rusia: AS Gunakan Taiwan untuk Picu Krisis Serius di Asia Implikasi untuk Diplomasi Global
Hubungan yang memburuk antara AS dan Korea Utara memperumit upaya diplomasi global, terutama di tengah meningkatnya pengaruh Rusia dan China dalam dinamika internasional. Ketegangan di Semenanjung Korea juga berpotensi memicu ketidakstabilan yang lebih luas di Asia Timur.
Bagi pemerintahan AS berikutnya, apakah itu Trump atau presiden lainnya, tantangan utama adalah menemukan cara untuk memulai kembali dialog dengan Pyongyang sambil menjaga sekutu seperti Korea Selatan dan Jepang tetap aman. Namun, dengan posisi Korea Utara yang semakin dekat dengan Rusia dan kebijakan kerasnya terhadap AS, upaya tersebut akan menjadi semakin sulit.
Editor: Handoyo .