KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus keluar dana asing diperkirakan berlanjut di pasar obligasi untuk jangka pendek. Salah satunya kemenangan Donald Trump dari Partai Republik dalam pilpres Amerika Serikat (AS). Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengatakan dengan kemenangan Trump maka potensi penurunan suku bunga berpotensi tidak drastis ke depannya. Maklum, kebijakan Trump dieskpektasikan dapat mendorong inflasi lebih tinggi ke depan. Ditambah beberapa minggu terakhir pasar obligasi rally, yang tercermin dari keluarnya dana asing. "Jadi memang faktor eksternalnya kuat dan investor kembali
repositioning," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (6/11).
Baca Juga: Pasar Saham Masih Tertekan, Simak Proyeksi IHSG Hingga Akhir Tahun 2024 Di saat yang sama, lanjut David, ekonomi AS alami perlambatan sehingga berpotensi alami stagflasi. Berdasarkan perhitungannya, inflasi AS bisa naik 0,5%-1% apabila AS menerapkan tarif untuk produk China. Karenanya, arus keluar dana asing dari pasar obligasi diperkirakan masih akan berlanjut, setidaknya sampai ada katalis baru. Di sisi lain, potensi penurunan suku bunga the Fed 50 basis poin pada November dan Desember masih akan berlanjut. Namun, hal itu dinilai bukan katalis baru, melainkan lebih dikarenakan the Fed melihat dari data ekonomi AS yang melambat. "Sebab tidak diketahui juga apakah Trump langsung menerapkan kebijakannya sesuai janji kampanyenya," sebutnya. Dus, kondisi 'Trump Rally' ini diperkirakan masih akan berlanjut setidaknya dalam dua pekan hingga satu bulan ke depan. Dengan demikian, David memperkirakan yield SUN acuan 10 tahun pada akhir tahun cenderung bertahan di level saat ini, dengan kisaran 6,6%-6,9%.
Baca Juga: Kamala Harris Belum Akui Kekalahan Saat Trump Melaju Menuju Kemenangan Sementara itu, sumber Kontan.co.id dari pasar modal dan keuangan menyebutkan dengan kemenangan Trump masih akan mendorong arus keluar dari pasar obligasi. Ia memperkirakan tren
outflow akan berlangsung sepanjang November dan kemudian akan mengalami stabilisasi di bulan Desember. Ini berkaca dari pilpres AS pada 2016, yang mana sebelum pengumuman Trump menang, di pasar obligasi terjadi inflow. Namun, saat pengumuman kemenangan Trump langsung terjadi outflow. Menurut dia, katalis tercepat yang bisa diharapkan dari pemerintah. Misalnya seperti stimulus dan potensi
corporate income tax menjadi 20% dari 22%. "Saya rasa bisa menjadi katalis untuk menarik dana asing karena langsung mempengaruhi
bottomline korporasi," sebutnya. Untuk Desember dinilai belum ada katalis. Namun, pasar mengharapkan adanya kejelasan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) lantaran dari penjelasan terakhir Sri Mulyani, budget dari non K/L lebih besar dibandingkan budget K/L yang mencerminkan adanya perubahan-perubahan ke depan.
Baca Juga: Sosok-Sosok yang Berpotensi Masuk Kabinet Donald Trump "Kami rasa kejelasan itu bisa jadi salah satu katalis positif dan tentunya harus sebelum 2025," sambungnya. Secara fundamental, ekonomi Indonesia masih cukup positif dengan inflasi yang rendah dan
yield yang menarik. Bahkan riil yield lebih menarik dibandingkan negara lain, terutama dengan sesama investment grade BBB. "Jadi
outflow memang karena tekanan eksternal saja karena Indonesia tidak bisa lepas dari sentimen," sebutnya. Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana melanjutkan tantangan untuk mendorong asing kembali masuk ke dalam negeri juga dari apakah rupiah bisa stabil. Jika tidak, tentunya investor akan mengalihkan dananya ke negara yang relatif stabil mata uangnya. Selain itu yang perlu dicermati adalah stance the Fed ke depan serta ekspektasi pemangkasan suku bunga yang lebih rendah dibandingkan European Bank Central (ECP) dan Bank of England (BoE). "Setelah Trump yang menang mungkin jumlahnya tidak akan sebesar sebelumnya," katanya.
Baca Juga: Menakar Dampak Kemenangan Donald Trump Terhadap Rupiah Meski begitu, Fikri menilai obligasi menjadi instrumen pertama yang akan merasakan inflow asing, khususnya obligasi dengan tenor panjang dengan dorongan ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed. Baru kemudian disusul SRBI, obligasi tenor pendek, dan saham menjadi yang terakhir.
"Untuk saham pasar masih akan melihat sektornya seperti apa dan dorongan dari pemerintah seperti apa," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli