Trump menyatakan keadaan darurat untuk pembangunan tembok AS-Meksiko



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan keadaan darurat pada Jumat (15/2) untuk mendanai pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko tanpa persetujuan Kongres. Partai Demokrat berjanji akan menantang langkah ini sebagai tindakan yang melanggar konstitusi.

Trump memperkirakan, pernyataan darurat ini akan menyediakan dana US$ 8 miliar untuk membayar pembangunan tembok, yang diperkirakan perlu total dana US$ 23 miliar.

Langkah Trump untuk memotong jalur persetujuan anggaran dari Kongres ini merupakan upaya untuk memenuhi janji kampanyenya tahun 2016. Trump menjanjikan pembangunan tembok untuk menghentikan aliran imigran ilegal yang diklaim Trump, telah membawa kejahatan dan narkoba. 


Ketika itu, Trump berjanji bahwa Meksiko akan membayar pembangunan tembok. Meksiko menolak dan kini Trump akan mendanai pembangunan tembok dari pembayaran pajak.

Kemarin, Trump juga menandatangani RUU belanja pemerintah bipartisan yang akan mencegah penutupan sebagian pemerintahan AS. Pendanaan beberapa lembaga habis dan akan tutup pada hari ini jika tidak ada aliran dana.

RUU belanja ini merupakan kekalahan legislatif bagi Trump, karena tidak memasukkan dana pembangunan tembok yang diusulkannya. Trump menuntut Kongres agar memasukkan dana pembangunan tembok US$ 5,7 miliar sebagai bagian dari pendanaan kelembagaan. 

Hal inilah yang memicu penutupan pemerintahan AS dalam 35 hari pada Desember 2018-Januari 2019. Dalam pernyataan di Gedung Putih kemarin, Trump tidak menyebut soal RUU anggaran ini.

Dengan menyatakan keadaan darurat atas perbatasan AS-Meksiko, Trump berisiko menghadapi pertempuran legislatif dan legal dengan Demokrat, serta memecah suara Partai Republik yang selama ini mendukungnya.

Nancy Pelosi, Ketua DPR dari Demokrat dan Chuck Schumer, perwakilan Demokrat di Senat mulai merespons pernyataan keadaan darurat Trump. "Langkah presiden jelas melanggar kekuasaan eksklusif Kongres yang ada dalam konstitus. Kongres akan mempertahankan otoritas konstitusional di pengadilan dan di publik, dengan setiap cara yang tersedia," ungkap kedua petinggi Demokrat dalam pernyataan.

Jaksa Agung negara bagian New York Letitia James mengatakan, pihaknya juga akan menantang Trump di pengadilan. "Kami tidak akan tinggal diam untuk penyalahgunaan kekuasaan dan akan menantang dengan setiap alat hukum yang kami miliki," kata James lewat Twitter.

Gubernur California Gavin Newsom mengatakan akan mengajukan gugatan.

Trump pun menyadari akan menghadapi tantangan berat di pengadilan. "Saya memperkirakan akan dituntut. Saya tidak seharusnya dituntut. Kami akan menang di Mahkamah Agung," kata Trump.

Pernyataan Trump kemungkinan akan menyulitkan argumen atas keadaan darurat ketika dia mengatakan bahwa, "Saya tidak perlu melakukan ini. Tapi saya lebih suka melakukan ini dengan lebih cepat."

Baik DPR maupun Senat dalam mengeluarkan resolusi yang mengakhiri keadaan darurat dengan suara terbanyak. Tapi, langkah ini harus dikembalikan kepada Trump yang kemungkinan akan memveto. Untuk melampaui veto, perlu persetujuan dua pertiga suara baik di DPR maupun senat.

Trump mengatakan bahwa tembok perbatasan ini perlu untuk menahan imigran ilegal dan narkoba yang menyeberang perbatasan. Tapi menurut data, imigran ilegal yang melewati perbatasan saat ini mencapai level terendah dalam 20 tahun terakhir. Sementara narkoba masuk ke AS lewat berbagai jalur pengiriman.

Ketika dikonfrontasi soal data ini, Trump menyatakan bahwa data ini salah. Setelah menyatakan kondisi darurat, Trump berangkat ke resor golf Mar-a-Lago di Florida untuk liburan.

Thom Tillis, Senator Republik dari North Carolina mengatakan bahwa deklarasi Trump ini bukan merupakan solusi. "Pernyataan ini tidak akan menyediakan pendanaan yang memadai untuk perbatasan dan kemungkinan akan terlilit litigasi. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah, hal ini akan menciptakan preseden baru bagi presiden sayap kiri yang pasti akan memanfaatkan hal serupa untuk mengimplementasikan agenda kebijakan radikal melewati Kongres," kata Tillis.

Editor: Wahyu T.Rahmawati