Tuah restoran ala Jepang mulai memudar



KONTAN.CO.ID - Kuliner khas Jepang sudah akrab di lidah masyarakat Indonesia. Bahkan, beberapa jenis makanan asal negeri matahari terbit itu punya banyak penggemar di Indonesia. Sebut saja bento, sushi, ramen, dan udon yang kerap kita jumpai sebagai menu dominan di berbagai restoran Jepang.

Tak heran jika di Indonesia banyak bermunculan restoran ala Jepang yang menawarkan menu-menu andalan tersebut. Tak cuma di pusat perbelanjaan atau perkantoran, gerai-gerai yang menjajakan makanan Jepang juga hadir di area perumahan.

Sebagian usaha retoran Jepang tersebut dibangun sendiri oleh si empunya. Sebagian lagi merupakan jaringan restoran Jepang yang membuka penawaran kemitraan usaha atau waralaba.


Nah, seiring menjamurnya gerai restoran Jepang, persaingan di bisnis ini pun menjadi ketat. Apa lagi mereka juga harus bersaing dengan gerai makanan kekinian yang terus berkembang dengan beragam menu lain.

Nah, review waralaba pekan ini akan mengulas kembali kemitraan usaha dari para pebisnis restoran Jepang yang sudah pernah diulas KONTAN sebelumnya. Bagaimana perkembangan bisnis mereka sekarang ini? Masih prospek kah usaha retoran Jepang?

- Miyoshi

Salah satu pencetus resto Jepang adalah Harryanto Wen dengan mengusung merek Miyoshi. Usaha ini berdiri sejak 2013 dan menawarkan kemitraan sejak September 2017. Namun sejak pertengahan tahun lalu, bisnis Miyoshi vakum. "Karena ada sesuatu konflik yang ada di internal," ungkap Harryanto Wen kepada KONTAN.

Meski sedang vakum, ia mengklaim bahwa kemitraan usahanya tetap mendapat respons positif. Belum lama ini ada beberapa investor yang menanyakan dan tertarik menjadi mitra Miyoshi. Lantaran tengah vakum, terpaksa ia tidak menyambut permintaan dari investor tersebut.

Sampai saat ini, Harryanto juga belum bisa memastikan kapan pihaknya bakal membuka kembali program kemitraan Miyoshi. Adapun gerai terakhir yang yang disepakati dengan mitra untuk dibuka sebelum ada keputusan vakum adalah gerai yang berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Gerai ini terakhir ini resmi beroperasi pada pengujung tahun lalu.

Saat diulas KONTAN Desember 2017, Miyoshi memiliki empat gerai di Jakarta, yakni di Mal Artha Gading, Mangga Besar, Mangga Dua Square, dan Grand Kirana. Sebelum vakum, mereka menawarkan tiga paket investasi, yakni paket silver sebesar Rp 350 juta, paket gold Rp 730 juta, dan paket platinum seharga Rp 1,325 miliar.

Dengan modal tersebut, mitra akan mendapatkan fasilitas lisensi waralaba dan kerjasama merek lima tahun, peralatan masak, perlengkapan usaha, desain dan dekorasi interior, instalasi air, listrik dan udara, manajemen bisnis, promosi, standar operasional waralaba, bahan baku awal, supervisor gerai dan pelatihan karyawan.

Perbedaan ketiga paket ada pada jumlah peralatan dan perlengkapan usaha serta jumlah bahan baku awal.

Saat vakum, Harryanto mengembangkan bisnis online di luar bisnis kuliner.

- Nagoya Fushion

David Cahyanto, pemilik Nagoya Fusion sudah berbisnis restoran Jepang sejak 2010 di Yogyakarta.

KONTAN pernah mengulas usaha Nagoya Fusion pada 2018 lalu. Saat itu Nagoya Fusion tercatat memliki 12 mitra dengan lokasi gerai tersebar di sejumlah daerah seperti Yogyakarta, Solo, Muntilan dan lainnya.

Tapi kini, beber David, hanya delapan mitra bisnisnya yang aktif. Gerai mitra yang masih bertahan itu berada di Yogyakarta, Muntilan, Makassar, Magelang, Semarang, Kediri, dan Palangkaraya. "Biasanya yang tidak aktif karena tidak konsisten buka restoran, dan kekurangan karyawan," katanya kepada KONTAN.

Tak ada perubahan paket investasi yang ditawarkan David alias masih sama dengan tahun sebelumnya. Yakni paket gerobak Rp 25 juta, paket foodcourt Rp 50 juta, dan paket rumah atau ruko senilai Rp 100 juta.

Dengan modal tersebut mitra akan mendapatkan fasilitas kerjasama merek selama lima tahun serta fasilitas lainnya. Seperti, peralatan masak, perlengkapan usaha, manajemen bisnis, bimbingan, promosi, standar operasional waralaba, resep, bahan baku awal, serta pelatihan karyawan.

Nagoya Fusion menyajikan 30 menu varian seperti ramen, sushi, donburi, okonomiyaki, takoyako, dan udon. Aneka menu tersebut dibanderol mulai Rp 12.000-Rp 30.000 per porsi.

Yang namanya usaha, pasti ada kendala. Begitu pula yang dialami Nagoya Fusion. Saat ini, pihak pusat mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku makanan ala jepang yang kebanyakan produk impor. Seperti udon, tontaksu, miso, katsuobushi, wasabi, nori, hondashi dan lainnya. Selain itu, harga bahan baku tersebut pun relatif mahal.

Dengan hambatan tersebut, David pun tidak terlalu muluk menarget penambahan mitra bisnis. "Sampai akhir tahun ini targetnya tambah satu mitra lagi di Magelang, semoga bisa juga di kota- kota lain," harapnya.

- Ikki Resto

Pelaku usaha restoran jepang lainnya adalah Abri Mada yang bergeluti bisnis ini sejak 2005. Semula ia mendirikan Ikki Bento. Seiring berjalannya waktu, Ikki Bento berubah menjadi Ikki Resto sejak 2013 lalu. Ia menawarkan kemitraan sejak 2010.

Saat KONTAN mengulas usaha ini akhir 2017, Ikki Resto telah memiliki lima gerai di sekitar Jakarta, Surabaya, dan Kudus.

Dua tahun berselang, perkembangan restoran Jepang besutan Abri tidak terlalu menggembirakan. Jumlah gerai masih sama dan belum ada tambahan. "Dari lima mitra, yang paling stabil mitra dari Kudus karena mau terjun langsung dan tidak mengandalkan anak buah," ujar Abri pada KONTAN, Jumat (19/7).

Abri mengatakan, perkembangan bisnisnya cenderung stagnan. Karena itu, ia tidak memiliki gerai sendiri, hanya fokus pada gerai milik mitra.

Usaha Abri juga terkendala bahan baku impor yang mengalami kenaikan harga karena pasokannya terbatas. "Bahan baku impor seperti beberapa bumbu khas Jepang, wasabi, nori, dan sebagainya harganya naik semua. Jadi mau tidak mau harga menu kami juga naik sedikit," katanya.

Melihat kondisi bisnis kemitraan dari Ikki Resto tersebut, Abri pun kini menjadi lebih selektif dalam memilih mitra bisnis. Hal tersebut, ujarnya, dialakukan untuk kemajuan mitra. Ia akan memilih mitra yang memiliki lokasi strategis dan memiliki kemauan kuat untuk berbisnis. Artinya si mitra tidak setengah-setengah untuk terjun di bisnis restoran Jepang.

Saat ini Abri masih menawarkan kemitraan bisnis Ikki Resto. Paket kemitraan yang dia tawarkan masih sama dengan paket investasi tahun lalu, yakni paket senilai Rp 75 juta untuk konsep resto.

Menunya pun masih sama dengan kebanyakan restoran Jepang lainnya. Di antaranya, ramen, sushi dan udon, dengan banderol harga Rp 20.000–Rp 45.000 per porsi.

Dengan sarana dan prasarana yang ada, Abri mengatakan bahwa mitra Ikki Resto hingga kini rata-rata punya omzet antara Rp 1 juta–Rp 6 juta per hari. "Itu tergantung dari lokasi usaha," timpalnya.

Melihat jalannya bisnis restoran Jepang yang cenderung stagnan, ia pun tidak mematok target apapun tahun ini. "Mau fokus mengelola mitra yang sudah ada dulu saja," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon