Bermula dari sekadar hotline service, Halo BCA berkembang menjadi solution center yang tidak cuma menampung keluhan tapi sekaligus menyelesaikan permasalahan nasabah. Kuncinya, kualitas layanan dan teknologi terus ditingkatkan.Anda mungkin bakal terpana sejenak jika berkunjung ke sebuah kantor di kawasan Teras Kota, Serpong, Tangerang. Di atas setiap meja kerja yang dibatasi partisi di kantor itu terdapat seperangkat komputer, headset, gelas air minum, dan sebingkai cermin berukuran kertas A4. Eits, Anda jangan buru-buru berprasangka semua karyawan di kantor itu kecentilan dan suka mematut diri di depan cermin saat bekerja. Cermin memang merupakan perangkat kerja wajib setiap karyawan bagian Halo BCA, layanan contact center PT Bank Central Asia (BCA). “Kami sengaja meletakkan cermin untuk menjaga agar selalu tersenyum ketika menerima telepon dari nasabah,” kata Nathalya Wani Sabu, Kepala Biro Halo BCA.Dengan senyuman, perempuan yang akrab disapa Wani ini menilai warna suara dan nada bicara akan terdengar lebih ramah di telinga si penelepon. Entah benar atau tidak, dia mengklaim, strategi cermin itu juga dicontek dari contact center dari negara lain, seperti Australia. “Kami juga mencari contoh terbaik dari perusahaan lain di Singapura dan Hong Kong,” imbuhnya.“Keampuhan” cermin itu juga mengantarkan Halo BCA menggondol banyak penghargaan di tingkat nasional dan internasional. Antara lain, juara umum contact center terbaik yang diselenggarakan oleh The Global Association for Contact Center Best Practices and Networking dan Contactcenterworld.com. Yang teranyar, salah satu bagian atau unit di BCA yang berdiri sejak tahun 1995 ini meraih juara umum dengan empat medali emas dalam ajang Contact Center World 2012 pada awal November lalu. Halo BCA menekuk layanan sejenis yang berasal dari 24 negara lainnya. “Kami mengikuti ajang tersebut untuk memotivasi dan membuat kami konsisten dengan kualitas layanan yang kami berikan,” kata Wani. Tapi, tentunya, tidak semata bermodalkan cermin yang membuat layanan Halo BCA mendapat acungan jempol dari dunia internasional.Wani bilang, membangun kualitas layanan nasabah yang prima membutuhkan waktu dan investasi yang besar. Meski tak menyebut nominal, dia mengaku sekitar 70% anggaran Halo BCA digelontorkan untuk gaji karyawan dan pengembangan kemampuannya. Sisanya untuk pengembangan infrastruktur dan teknologi.Jika beberapa bank menyerahkan pengelolaan contact center ke pihak luar, BCA memilih mengurusnya sendiri. Pertimbangannya, mereka ingin memastikan budaya dan nilai-nilai pelayanan perusahaan benar-benar terserap oleh para petugas contact center. “Sumber daya manusia menjadi paling utama bagi Halo BCA karena mereka yang paling berperan di belakang layar,” katanya.Pengelolaan SDMTak heran jika proses pencarian dan rekrutmen karyawan memakan waktu lama dan panjang. Perbandingannya, hanya satu dari 15 orang yang terpilih menjadi karyawan contact center Halo BCA yang disebut agen. Yang dinilai tidak semata prestasi atau kemampuan otak, tapi juga sifat dan sikapnya. “Kami memilih orang dengan attitude yang baik,” imbuh Wani. Meski masa kontrak para agen hanya selama tiga tahun, pelatihan dan pembekalan yang diberikan Halo BCA tidak main-main terhadap sekitar 1.000 agennya. Pembekalan awal adalah memperkenalkan budaya melayani, melatih karakter yang baik, pengenalan organisasi, dan pengetahuan tentang produk-produk perbankan BCA. Selain itu, memperkenalkan aplikasi layanan, prosedur keluhan, dan aturan main. Agen baru siap online secara mandiri setelah dua bulan. Toh, proses pendampingan tetap dilakukan dalam lima hari pertama agen baru itu bekerja. Selama bekerja pengawasan terus dilakukan oleh tim leader dan supervisor. Pemimpin tim akan mengawasi 12 agen sedangkan supervisor mengawasi sekitar empat tim leader.Disiplin yang diterapkan selama bekerja juga cukup ketat. Antara lain, agen tidak boleh membawa pulpen, kertas, dan ponsel. “Jadi tidak ada yang boleh mencatat,” tandasnya. Maklum, profil nasabah dan kerahasiaan data keuangannya perlu dijaga betul. Sementara itu, barang-barang pribadi agen diletakkan di loker dalam ruangan khusus. Otomatis, hanya saat istirahat siang saja agen bisa menggunakan ponselnya. Tapi, saat bekerja, agen dapat berinteraksi dengan agen lain atau mengikuti rapat. Singkat kata, menurut Erich Sunarta, Supervisor Halo BCA, kegiatan online maupun offline agen selama bekerja selalu terpantau oleh tim leader maupun supervisor.Pengawasan lain dilakukan secara internal untuk memastikan para agen bisa memberikan kepuasan penyelesaian ke para pelanggan. Untuk itu ada Divisi Quality Assurance yang bertugas melakukan sampling. Mereka menelepon secara acak para agen dengan menyamar sebagai nasabah sembari berkeluh-kesah.Melalui cara ini, kualitas layanan bisa terpantau. Ada dua hal yang diawasi. “Call yang panjang karena bisa saja tidak selesai karena jawabannya berputar-putar atau tidak puas dan call yang pendek karena tidak ada penyelesaian,” kata Erich, yang dulu mengawali karier sebagai agen Halo BCA. Meski penuh pengawasan dan kontrol, suasana kerja di contact center tidaklah tegang. Erich menilai bekerja di contact center mirip seperti kampus. Di sana ada ruangan untuk bersantai, minum kopi, bahkan berkaraoke. Ada pula beragam komunitas hobi seperti menari, fotografi, futsal, dan sebagainya. Semua fasilitas tersebut bertujuan menjaga kesegaran tubuh dan pikiran para agen. “Maklum, kami berhadapan dengan keluhan nasabah yang membuat energi negatif,” kata Wani. Untuk menjaga produktivitas, Halo BCA yang beroperasi 24 jam ini dibagi dalam tujuh sif. Sistemnya dibuat overlap sehingga tidak ada sesi jeda. Saat waktu puncak (peak time) jam 10 pagi hingga 12 siang, jumlah agen yang bertugas lebih banyak dari jam biasa sebanyak 20 orang. Asal tahu saja, saban hari Halo BCA menerima sekitar 45.000 panggilan. Alhasil, setiap agen bisa menangani 80–100 panggilan.Karena itu pula, pekerjaan agen harus didukung oleh sistem dan penunjang lainnya. Pertama, para analis keluhan yang akan membuat analisis keluhan nasabah terkait produk atau jasa perbankan. Kedua, para petugas quality assurance yang akan mengawasi penyelesaian dari kasus-kasus nasabah. “Setiap analis keluhan memiliki spesialisasi,” kata Wani. Tak sekadar menjawab pertanyaan, solusi yang diberikan Halo BCA termasuk ranah aduan pidana. Seperti, rekening penipu yang meminta transfer duit atau penculik yang meminta tebusan dan pelacakan pencuri kartu kredit atau ATM. Karena itu, Halo BCA sering bermitra dengan polisi untuk mencokok para penipu dan penculik tersebut. Meski sebenarnya urusan tindak pidana tersebut adalah ranah polisi, Halo BCA tetap berupaya membantu nasabah secara langsung dan sebaik mungkin. “Kami mendampingi nasabah dan turut membantu, dan banyak yang berhasil kami selesaikan,” kata Wani.Jadi, setiap kali mendapat laporan terkait rekening penipuan, pihaknya langsung menandai rekening yang mencurigakan itu. Sambil memantau, bank menelusuri asal-muasal rekening untuk mengecek apakah rekening tersebut layak dicurigai atau tidak.Selain karyawan dan sistem kerja, para agen didukung fasilitas infrastruktur dan teknologi. Ada beragam aplikasi layanan, kontrol, dan pengawasan. Bahkan, baru-baru ini Halo BCA membuat video call untuk memberikan layanan kepada nasabah. Nantinya, setiap mesin ATM dilengkapi video call untuk memudahkan pelanggan berinteraksi dengan para agen jika menghadapi masalah. Seperti, kartu ATM tersangkut di dalam mesin. Saat ini baru sekitar lima kantor cabang BCA yang memiliki fasilitas video call dan akan terus ditambah menjadi 20 kantor cabang.Masa-masa transisiPerlu dicatat, sistem yang kian lengkap dan canggih itu tidak terbangun secara instan. Ketika lahir tahun 1995, Halo BCA bertujuan mendukung program 5 juta kartu ATM BCA dan mesin ATM. Fungsi Halo BCA sebagai hotline service dan sarana edukasi. Pada 2001, fungsi itu berkembang dari semata melayani dan menampung keluhan nasabah menjadi pengeksekusi aneka masalah. Seperti, memblokir kartu ATM.Tahun 2003, Halo BCA membagi layanan ke tiga nomor telepon: 500888 untuk nasabah reguler, 500222 nasabah prioritas, dan 500777 nasabah korporat Sebab, setiap nasabah memerlukan pelayanan dan prosedur yang berbeda-beda. Baru sejak tahun 2009, Halo BCA menjadi solution center yang bisa menyelesaikan keluhan nasabah. Wani menilai perubahan terbesar saat BCA berganti kepemilikan di tahun 2006. Grup Djarum sebagai pengendali bank swasta terbesar di Indonesia ini sangat perhatian dengan layanan contact center. “Sebuah perusahaan yang bagus bisa dilihat dari contact center-nya,” kata Wani. Alhasil, SDM, sistem, dan infrastrukturnya dibenahi. Saking pentingnya layanan ini, Direktur Operasional dan Jaringan BCA yang langsung mengepalai Halo BCA.Ke depan, kata Wani, BCA akan berkembang menjadi relationship banking. Maksudnya, BCA ingin memenuhi pelayanan perbankan yang bisa dilakukan tanpa tatap muka tapi mampu menjalin interaksi dengan nasabah lebih erat. Untuk itu, perlu mempersiapkan para karyawan yang multikeahlian dan teknologi customer relationship management. Selain memberikan kepuasan ke para nasabah, secara internal Halo BCA juga menjadi alat kontrol kinerja dari setiap divisi terkait dengan produk dan layanan.Demi memperkuat contact center, Wani menyatakan, BCA akan mengembangkan lokasi Halo BCA. Idealnya, sebuah layanan contact center tersebar di tiga lokasi agar jika terjadi down time, lokasi di tempat lain bisa membantu.Lokasi Halo BCA kini berada di Wisma Asia 2, Slipi, Jakarta Barat, dan Teras Kota. “Ke depan akan dibangun di Jawa Tengah, gedung dengan kapasitas 1.000 agen,” katanya.Ujung-ujungnya, dengan mengembangkan contact center, bank bisa menghemat biaya. Untuk satu kali melayani nasabah, call center perlu biaya Rp 4.000, namun jika layanan tatap muka sebesar Rp 20.000. “Ini bagian dari transisi kami untuk branchless dan electronic banking,” tandas Wani. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tuah sebingkai cermin dan sapaan halo
Bermula dari sekadar hotline service, Halo BCA berkembang menjadi solution center yang tidak cuma menampung keluhan tapi sekaligus menyelesaikan permasalahan nasabah. Kuncinya, kualitas layanan dan teknologi terus ditingkatkan.Anda mungkin bakal terpana sejenak jika berkunjung ke sebuah kantor di kawasan Teras Kota, Serpong, Tangerang. Di atas setiap meja kerja yang dibatasi partisi di kantor itu terdapat seperangkat komputer, headset, gelas air minum, dan sebingkai cermin berukuran kertas A4. Eits, Anda jangan buru-buru berprasangka semua karyawan di kantor itu kecentilan dan suka mematut diri di depan cermin saat bekerja. Cermin memang merupakan perangkat kerja wajib setiap karyawan bagian Halo BCA, layanan contact center PT Bank Central Asia (BCA). “Kami sengaja meletakkan cermin untuk menjaga agar selalu tersenyum ketika menerima telepon dari nasabah,” kata Nathalya Wani Sabu, Kepala Biro Halo BCA.Dengan senyuman, perempuan yang akrab disapa Wani ini menilai warna suara dan nada bicara akan terdengar lebih ramah di telinga si penelepon. Entah benar atau tidak, dia mengklaim, strategi cermin itu juga dicontek dari contact center dari negara lain, seperti Australia. “Kami juga mencari contoh terbaik dari perusahaan lain di Singapura dan Hong Kong,” imbuhnya.“Keampuhan” cermin itu juga mengantarkan Halo BCA menggondol banyak penghargaan di tingkat nasional dan internasional. Antara lain, juara umum contact center terbaik yang diselenggarakan oleh The Global Association for Contact Center Best Practices and Networking dan Contactcenterworld.com. Yang teranyar, salah satu bagian atau unit di BCA yang berdiri sejak tahun 1995 ini meraih juara umum dengan empat medali emas dalam ajang Contact Center World 2012 pada awal November lalu. Halo BCA menekuk layanan sejenis yang berasal dari 24 negara lainnya. “Kami mengikuti ajang tersebut untuk memotivasi dan membuat kami konsisten dengan kualitas layanan yang kami berikan,” kata Wani. Tapi, tentunya, tidak semata bermodalkan cermin yang membuat layanan Halo BCA mendapat acungan jempol dari dunia internasional.Wani bilang, membangun kualitas layanan nasabah yang prima membutuhkan waktu dan investasi yang besar. Meski tak menyebut nominal, dia mengaku sekitar 70% anggaran Halo BCA digelontorkan untuk gaji karyawan dan pengembangan kemampuannya. Sisanya untuk pengembangan infrastruktur dan teknologi.Jika beberapa bank menyerahkan pengelolaan contact center ke pihak luar, BCA memilih mengurusnya sendiri. Pertimbangannya, mereka ingin memastikan budaya dan nilai-nilai pelayanan perusahaan benar-benar terserap oleh para petugas contact center. “Sumber daya manusia menjadi paling utama bagi Halo BCA karena mereka yang paling berperan di belakang layar,” katanya.Pengelolaan SDMTak heran jika proses pencarian dan rekrutmen karyawan memakan waktu lama dan panjang. Perbandingannya, hanya satu dari 15 orang yang terpilih menjadi karyawan contact center Halo BCA yang disebut agen. Yang dinilai tidak semata prestasi atau kemampuan otak, tapi juga sifat dan sikapnya. “Kami memilih orang dengan attitude yang baik,” imbuh Wani. Meski masa kontrak para agen hanya selama tiga tahun, pelatihan dan pembekalan yang diberikan Halo BCA tidak main-main terhadap sekitar 1.000 agennya. Pembekalan awal adalah memperkenalkan budaya melayani, melatih karakter yang baik, pengenalan organisasi, dan pengetahuan tentang produk-produk perbankan BCA. Selain itu, memperkenalkan aplikasi layanan, prosedur keluhan, dan aturan main. Agen baru siap online secara mandiri setelah dua bulan. Toh, proses pendampingan tetap dilakukan dalam lima hari pertama agen baru itu bekerja. Selama bekerja pengawasan terus dilakukan oleh tim leader dan supervisor. Pemimpin tim akan mengawasi 12 agen sedangkan supervisor mengawasi sekitar empat tim leader.Disiplin yang diterapkan selama bekerja juga cukup ketat. Antara lain, agen tidak boleh membawa pulpen, kertas, dan ponsel. “Jadi tidak ada yang boleh mencatat,” tandasnya. Maklum, profil nasabah dan kerahasiaan data keuangannya perlu dijaga betul. Sementara itu, barang-barang pribadi agen diletakkan di loker dalam ruangan khusus. Otomatis, hanya saat istirahat siang saja agen bisa menggunakan ponselnya. Tapi, saat bekerja, agen dapat berinteraksi dengan agen lain atau mengikuti rapat. Singkat kata, menurut Erich Sunarta, Supervisor Halo BCA, kegiatan online maupun offline agen selama bekerja selalu terpantau oleh tim leader maupun supervisor.Pengawasan lain dilakukan secara internal untuk memastikan para agen bisa memberikan kepuasan penyelesaian ke para pelanggan. Untuk itu ada Divisi Quality Assurance yang bertugas melakukan sampling. Mereka menelepon secara acak para agen dengan menyamar sebagai nasabah sembari berkeluh-kesah.Melalui cara ini, kualitas layanan bisa terpantau. Ada dua hal yang diawasi. “Call yang panjang karena bisa saja tidak selesai karena jawabannya berputar-putar atau tidak puas dan call yang pendek karena tidak ada penyelesaian,” kata Erich, yang dulu mengawali karier sebagai agen Halo BCA. Meski penuh pengawasan dan kontrol, suasana kerja di contact center tidaklah tegang. Erich menilai bekerja di contact center mirip seperti kampus. Di sana ada ruangan untuk bersantai, minum kopi, bahkan berkaraoke. Ada pula beragam komunitas hobi seperti menari, fotografi, futsal, dan sebagainya. Semua fasilitas tersebut bertujuan menjaga kesegaran tubuh dan pikiran para agen. “Maklum, kami berhadapan dengan keluhan nasabah yang membuat energi negatif,” kata Wani. Untuk menjaga produktivitas, Halo BCA yang beroperasi 24 jam ini dibagi dalam tujuh sif. Sistemnya dibuat overlap sehingga tidak ada sesi jeda. Saat waktu puncak (peak time) jam 10 pagi hingga 12 siang, jumlah agen yang bertugas lebih banyak dari jam biasa sebanyak 20 orang. Asal tahu saja, saban hari Halo BCA menerima sekitar 45.000 panggilan. Alhasil, setiap agen bisa menangani 80–100 panggilan.Karena itu pula, pekerjaan agen harus didukung oleh sistem dan penunjang lainnya. Pertama, para analis keluhan yang akan membuat analisis keluhan nasabah terkait produk atau jasa perbankan. Kedua, para petugas quality assurance yang akan mengawasi penyelesaian dari kasus-kasus nasabah. “Setiap analis keluhan memiliki spesialisasi,” kata Wani. Tak sekadar menjawab pertanyaan, solusi yang diberikan Halo BCA termasuk ranah aduan pidana. Seperti, rekening penipu yang meminta transfer duit atau penculik yang meminta tebusan dan pelacakan pencuri kartu kredit atau ATM. Karena itu, Halo BCA sering bermitra dengan polisi untuk mencokok para penipu dan penculik tersebut. Meski sebenarnya urusan tindak pidana tersebut adalah ranah polisi, Halo BCA tetap berupaya membantu nasabah secara langsung dan sebaik mungkin. “Kami mendampingi nasabah dan turut membantu, dan banyak yang berhasil kami selesaikan,” kata Wani.Jadi, setiap kali mendapat laporan terkait rekening penipuan, pihaknya langsung menandai rekening yang mencurigakan itu. Sambil memantau, bank menelusuri asal-muasal rekening untuk mengecek apakah rekening tersebut layak dicurigai atau tidak.Selain karyawan dan sistem kerja, para agen didukung fasilitas infrastruktur dan teknologi. Ada beragam aplikasi layanan, kontrol, dan pengawasan. Bahkan, baru-baru ini Halo BCA membuat video call untuk memberikan layanan kepada nasabah. Nantinya, setiap mesin ATM dilengkapi video call untuk memudahkan pelanggan berinteraksi dengan para agen jika menghadapi masalah. Seperti, kartu ATM tersangkut di dalam mesin. Saat ini baru sekitar lima kantor cabang BCA yang memiliki fasilitas video call dan akan terus ditambah menjadi 20 kantor cabang.Masa-masa transisiPerlu dicatat, sistem yang kian lengkap dan canggih itu tidak terbangun secara instan. Ketika lahir tahun 1995, Halo BCA bertujuan mendukung program 5 juta kartu ATM BCA dan mesin ATM. Fungsi Halo BCA sebagai hotline service dan sarana edukasi. Pada 2001, fungsi itu berkembang dari semata melayani dan menampung keluhan nasabah menjadi pengeksekusi aneka masalah. Seperti, memblokir kartu ATM.Tahun 2003, Halo BCA membagi layanan ke tiga nomor telepon: 500888 untuk nasabah reguler, 500222 nasabah prioritas, dan 500777 nasabah korporat Sebab, setiap nasabah memerlukan pelayanan dan prosedur yang berbeda-beda. Baru sejak tahun 2009, Halo BCA menjadi solution center yang bisa menyelesaikan keluhan nasabah. Wani menilai perubahan terbesar saat BCA berganti kepemilikan di tahun 2006. Grup Djarum sebagai pengendali bank swasta terbesar di Indonesia ini sangat perhatian dengan layanan contact center. “Sebuah perusahaan yang bagus bisa dilihat dari contact center-nya,” kata Wani. Alhasil, SDM, sistem, dan infrastrukturnya dibenahi. Saking pentingnya layanan ini, Direktur Operasional dan Jaringan BCA yang langsung mengepalai Halo BCA.Ke depan, kata Wani, BCA akan berkembang menjadi relationship banking. Maksudnya, BCA ingin memenuhi pelayanan perbankan yang bisa dilakukan tanpa tatap muka tapi mampu menjalin interaksi dengan nasabah lebih erat. Untuk itu, perlu mempersiapkan para karyawan yang multikeahlian dan teknologi customer relationship management. Selain memberikan kepuasan ke para nasabah, secara internal Halo BCA juga menjadi alat kontrol kinerja dari setiap divisi terkait dengan produk dan layanan.Demi memperkuat contact center, Wani menyatakan, BCA akan mengembangkan lokasi Halo BCA. Idealnya, sebuah layanan contact center tersebar di tiga lokasi agar jika terjadi down time, lokasi di tempat lain bisa membantu.Lokasi Halo BCA kini berada di Wisma Asia 2, Slipi, Jakarta Barat, dan Teras Kota. “Ke depan akan dibangun di Jawa Tengah, gedung dengan kapasitas 1.000 agen,” katanya.Ujung-ujungnya, dengan mengembangkan contact center, bank bisa menghemat biaya. Untuk satu kali melayani nasabah, call center perlu biaya Rp 4.000, namun jika layanan tatap muka sebesar Rp 20.000. “Ini bagian dari transisi kami untuk branchless dan electronic banking,” tandas Wani. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News