Tugas besar menanti parlemen baru



JAKARTA. Hari ini (9/4), Indonesia menggelar perhelatan akbar, pemilihan umum (pemilu) legislatif 2014. Sebanyak 200.000 orang calon anggota legislatif akan mengadu nasib meraih dukungan dari 153,4 juta warga Indonesia. Mereka memperebutkan 19.699 kursi, baik di DPR tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten, serta 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Masyarakat berharap pemilu kali ini bisa menjadi titik balik perubahan bagi Indonesia yang lebih baik. Harapannya, anggota parlemen yang terpilih benar-benar bermutu super, bukan KW-KW-an (lihat infografik). Yang terang, banyak pekerjaan rumah menanti anggota legislatif terpilih, mulai dari menuntaskan sejumlah rancangan undang-undang (UU), memelototi penggunaan anggaran belanja negara, dan mengawasi kinerja pemerintah.

Secara singkat, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat tiga hal di bidang ekonomi, yang harus diselesaikan para legislator baru dalam lima tahun ke depan.


Pertama adalah meracik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masuk akal dan benar-benar mendorong pembangunan ekonomi Indonesia. Jadi, sudah bukan zamannya lagi DPR sebatas memberikan stempel pengesahan anggaran, sementara penggunaannya jauh dari harapan. Alhasil, "APBN yang dibuat lebih sehat dan produktif," kata Latif Adam, Ekonom LIPI, kemarin.

Kedua, lebih cermat merumuskan UU agar tidak melahirkan produk UU yang bertentangan dengan UU lainnya. Kecermatan ini penting sebagai bagian dari jaminan kepastian hukum bagi dunia bisnis. Ketiga, produk UU yang dihasilkan juga harus lebih bermutu. Maklum, sudah menjadi rahasia umum, sejumlah UU lahir hanya untuk memenuhi pesanan segelintir pihak. Ke depan, tak boleh lagi ada UU titipan seperti itu.

Tentang penyusunan UU, Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman, menggarisbawahi, penyelesaian Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) serta revisi UU Minyak dan Gas (Migas) amat krusial. Sebab, UU Tapera memberikan jaminan kepemilikan rumah bagi masyarakat, serta meredam spekulasi harga properti. Sementara revisi UU Migas menjadi jaminan kepastian hukum bagi bisnis migas di Indonesia.

Latif menambahkan, soal postur APBN, misalnya, DPR baru harus berani membabat anggaran yang bersifat populis namun justru menjadi malapetaka bagi negara ini. Sebut saja misalnya anggaran subsidi dan bantuan sosial. "Kental sekali muatan politiknya. Sebaiknya sisi kepentingan ekonomi nasional harus lebih jadi patokan," katanya.

Hari ini, semua harapan itu tergantung pilihan Anda. Dus, selamat mencoblos.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie