Tujuh IPP kirim proposal agar masuk RUPTL 2017



JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah menyerahkan berkas revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017 sampai 2026. Ini sesuai dengan permintaan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sebelumnya, sepanjang Januari sampai awal Maret 2017, Kementerian ESDM dan PLN sudah selesai membahas RUPTL 2017-2026. Pembahasan itu diserahkan ke PLN untuk dikaji kembali. Kini pembahasan di PLN pun selesai dan diserahkan ke ESDM.

Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso menyatakan, revisi final RUPTL diserahkan Kamis (16/3). Kementerian ESDM meminta pembangkit yang lebih efisien di Papua dan Maluku memakai gas ketimbang diesel. "Di sana ada gas, bisa pakai virtual pipeline untuk mengangkut gas. Teknologinya sudah ada. Tapi pembangkit yang sudah ada tidak diganti, kecuali yang akan dibangun," ujarnya, ke KONTAN, Minggu (19/3).


Tapi ia belum bisa memastikan kapan revisi RUPTL ditetapkan. Selain perubahan pembangkit di Papua dan Maluku, pembangkit di Sumatra dan Kalimantan juga direvisi dari non-mulut tambang, semua harus menjadi PLTU Mulut Tambang.

Sudah ada proposal yang menyatakan minat membangun PLTU Mulut Tambang di Sumatra maupun Kalimantan. Tapi, proses belum bisa berjalan karena menunggu revisi RUPTL selesai.

Iwan menyatakan, pemrosesan proposal dilakukan jika sudah ada kepastian terkait kapasitas PLTU Mulut Tambang yang dibutuhkan. "Yang masuk sudah ada tujuh proposal. Kami belum berani memproses secara formal. Kami tampung dulu," ujarnya.

Dari tujuh proposal itu, tiga proyek di Sumatra dan selebihnya di Kalimantan dengan total kapasitas 4.800 megawatt (MW). Sayangnya, Iwan enggan membeberkan lokasi pasti proyek itu dan siapa perusahaan yang mengirim proposal tersebut. PLN belum bisa mengurus proposal, karena akan ada perubahan ketentuan perusahaan produsen listrik swasta (IPP).

Dalam revisi RUPTL tersebut, penggarapan PLTU Mulut Tambang oleh perusahaan swasta bisa dilakukan melalui dua skema, yaitu penunjukkan langsung dan lelang terbuka. "Perlu dilihat juga lokasi bisa digarap apa tidak. Kriteria seperti ini yang menentukan, apakah perlu dilakukan lelang atau penunjukkan langsung," ungkap Iwan.

Jika RUPTL 2017-2026 sudah ditetapkan, menurut Iwan, dari proposal-proposal ini bisa berlanjut ke perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). Ia menargetkan, tahun ini bisa meneken kontrak bagi PLTU Mulut Tambang dengan kapasitas total 4.000 MW. "Dan, karena sudah ada yang mengajukan proposal, kami harap semester I ini kami bisa proses 2.000 MW. Apalagi, lokasi pembangkit ini berdekatan dengan jaringan transmisi PLN, seharusnya tidak ada masalah," ujar Iwan.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Alihuddin Sitompul mengatakan pihaknya sudah menerima berkas revisi RUPTL 2017-2026 dari PLN. Saat ini ESDM sedang mengkaji RUPTL tersebut, agar tidak ada ketentuan yang berubah-ubah lagi. "Karena ini jangka panjang, jangan sampai direvisi terus. Makanya harus diperiksa benar-benar," terangnya kepada KONTAN, Minggu (19/3). Ia tak menjelaskan, kapan RUPTL itu akan disahkan.

Yang jelas, kata Alihuddin, ketentuan terkait perubahan PLTU Mulut Tambang tidak ada pihak yang berkeberatan. Apalagi perubahan pembangkit batubara ke gas.

Menurut Alihuddin, yang pentingkan dilihat dari sisi wilayah. "Apa sumber pembangkitnya. Jangan sampai di Papua adanya gas, eh, malah memakai batubara, itu jadi mahal," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini