MAKASSAR. Semakin ketatnya persaingan di industri perbankan dan pembiayaan membuat bisnis koperasi di ujung tanduk. Pelaku industri koperasi harus bisa berbenah agar bisa tetap eksis dan bersaing. Analis Eksekutif Senior Bidang Pengembangan LKM Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Roberto Akyuwen mengatakan, saat ini ada tujuh tantangan yang harus dihadapi oleh industri koperasi di tanah air. Pertama, tantangan untuk mempertahankan koperasi agar tidak tutup dalam relatif yang cepat. Kedua, tantangan mengembangkan skala usaha. "OJK juga melihat, koperasi dalam penyelenggaraannya sering kali mengalami kesulitan untuk mengembangkan skala usaha menjadi lebih besar," ujar Roberto, dalam rapat pimpinan nasional Dewan Koperasi Nasional di Makassar, Rabu (12/7). Ketiga, tantangan dalam mengembangkan sumber daya manusia anggota koperasi. Keempat, tantangan paling berat adalah memperbaiki tata kelola data terkait transparansi dan akuntabilitas. "Transparansi dan akuntabilitas inilah yang saya kira menjadi kendala utama bagi koperasi untuk mengembangkan penerusan dana dari lembaga formal kepada koperasi," tutur Roberto. Kelima, meningkatkan tingkat kepercayaan mitra usaha. Keenam, kendala dalam meningkatkan likuiditas. Dan yang ketujuh atau yang terakhir, tantangan yang harus dihadapi koperasi mengenai penerapan teknologi dan informasi. OJK sendiri memberikan beberapa resep kepada koperasi agar dapat menangani berbagai tantangan tersebut dengan beberapa cara. Koperasi sebaiknya tidak hanya melayani kredit mikro, tapi juga kredit lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan reformasi tata kelola koperasi dalam hal pencatatan, laporan dan pengawasan. Selanjutnya mengenali dan menjalani rantai nilai secara lengkap. "Kredit mikro tidak akan berjalan optimal jika tidak ada pemahaman yang baik terhadap rantai nilai yang lengkap. Mulai dari produksi, pemasaran, hingga produk turunan yang memiliki nilai tambah," kata Roberto. Berikutnya harus mampu menyerap risiko ketika mengembangkan penerusan dana lembaga formal. Adapun langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menggandeng lembaga penjaminan kredit dan menggunakan skema asuransi mikro yang cocok untuk petani atau nelayan atas ancaman gagal panen. Selanjutnya, koperasi harus mampu melakukan inovasi dan penyempurnaan secara terus-menerus terkait digital finance. Selain itu juga melakukan pendampingan bagi usaha inkubasi dan meningkatkan kapasitas kemandirian si pelaku usaha. Dan yang terakhir harus mampu melakukan pemantauan dan evaluasi secara intensif dan rutin.
Tujuh tantangan agar bisnis koperasi tetap eksis
MAKASSAR. Semakin ketatnya persaingan di industri perbankan dan pembiayaan membuat bisnis koperasi di ujung tanduk. Pelaku industri koperasi harus bisa berbenah agar bisa tetap eksis dan bersaing. Analis Eksekutif Senior Bidang Pengembangan LKM Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Roberto Akyuwen mengatakan, saat ini ada tujuh tantangan yang harus dihadapi oleh industri koperasi di tanah air. Pertama, tantangan untuk mempertahankan koperasi agar tidak tutup dalam relatif yang cepat. Kedua, tantangan mengembangkan skala usaha. "OJK juga melihat, koperasi dalam penyelenggaraannya sering kali mengalami kesulitan untuk mengembangkan skala usaha menjadi lebih besar," ujar Roberto, dalam rapat pimpinan nasional Dewan Koperasi Nasional di Makassar, Rabu (12/7). Ketiga, tantangan dalam mengembangkan sumber daya manusia anggota koperasi. Keempat, tantangan paling berat adalah memperbaiki tata kelola data terkait transparansi dan akuntabilitas. "Transparansi dan akuntabilitas inilah yang saya kira menjadi kendala utama bagi koperasi untuk mengembangkan penerusan dana dari lembaga formal kepada koperasi," tutur Roberto. Kelima, meningkatkan tingkat kepercayaan mitra usaha. Keenam, kendala dalam meningkatkan likuiditas. Dan yang ketujuh atau yang terakhir, tantangan yang harus dihadapi koperasi mengenai penerapan teknologi dan informasi. OJK sendiri memberikan beberapa resep kepada koperasi agar dapat menangani berbagai tantangan tersebut dengan beberapa cara. Koperasi sebaiknya tidak hanya melayani kredit mikro, tapi juga kredit lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan reformasi tata kelola koperasi dalam hal pencatatan, laporan dan pengawasan. Selanjutnya mengenali dan menjalani rantai nilai secara lengkap. "Kredit mikro tidak akan berjalan optimal jika tidak ada pemahaman yang baik terhadap rantai nilai yang lengkap. Mulai dari produksi, pemasaran, hingga produk turunan yang memiliki nilai tambah," kata Roberto. Berikutnya harus mampu menyerap risiko ketika mengembangkan penerusan dana lembaga formal. Adapun langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menggandeng lembaga penjaminan kredit dan menggunakan skema asuransi mikro yang cocok untuk petani atau nelayan atas ancaman gagal panen. Selanjutnya, koperasi harus mampu melakukan inovasi dan penyempurnaan secara terus-menerus terkait digital finance. Selain itu juga melakukan pendampingan bagi usaha inkubasi dan meningkatkan kapasitas kemandirian si pelaku usaha. Dan yang terakhir harus mampu melakukan pemantauan dan evaluasi secara intensif dan rutin.