Tuk dapat bersaing pengembang saling adu strategi



Jakarta. Setiap pengusaha pasti sadar betul, daya beli masyarakat merupakan penopang bisnis perusahaan. Jika daya beli konsumen anjlok lantaran inflasi membumbung tinggi, penjualan dan pendapatan perusahaan bisa kena imbas.

Wacana kenaikan harga bahan bakar (BBM) subsidi tak pelak membikin pengembang properti ketar-ketir. Sebab, kenaikan harga BBM tak cuma bakal mengerek laju inflasi. Saat inflasi naik, suku bunga acuan alias BI rate biasanya juga ikut naik. Padahal, kenaikan suku bunga merupakan ancaman terbesar bagi bisnis properti. “Kenaikan suku bunga akan mengakibatkan double impact di sisi produsen dan sisi konsumen properti,” kata Tulus Santoso, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk.

Namun, bukan berarti prospek properti komersial bakal suram. Sebab, Tulus mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan lebih cepat ketimbang dua tahun terakhir. Pergerakan ekonomi bakal semakin meningkat didukung pendapatan per kapita masyarakat yang semakin tinggi dan pertumbuhan kelas menengah yang kian besar. Alhasil, peluang sektor properti komersial masih besar.


Karena itu, sebagian besar pengembang properti masih optimistis, prospek bisnis properti komersial tahun depan masih cerah. Apalagi, dampak kenaikan harga BBM biasanya tidak berlangsung lama. Hendra Kurniawan, Sekretaris Perusahaan PT Alam Sutera Realty Tbk, menilai, dampak kenaikan harga BBM biasanya hanya berlangsung enam bulan. Setelah itu, daya beli masyarakat akan menyesuaikan diri.

Dalam jangka panjang, Hendra mengatakan, kenaikan harga BBM subsidi bakal memberikan dampak positif bagi sektor properti. Sebab, dengan kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah memiliki dana untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Ketersediaan infrastruktur akan menurunkan biaya distribusi sehingga inflasi bisa ditekan. Pembangunan infrastruktur juga bakal menjadi pendorong pertumbuhan sektor properti komersial.

Namun, jangan lupa, ancaman kenaikan suku bunga tidak cuma berasal dari kenaikan harga BBM subsidi. Rencana bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menaikkan suku bunga juga bakal mendongkrak BI rate. Presiden Direktur PT Summarecon Agung Tbk Johanes Mardjuki menilai, pengembang properti tidak bisa menghindari kenaikan suku bunga. Mau tidak mau, mereka akan menaikkan harga sewa dan harga jual properti.

Kenaikan BI rate yang bisa mendongkrak kenaikan suku bunga kredit jelas perkara sensitif bagi pengembang maupun konsumen. Apalagi, menurut Tulus, properti komersial biasanya membutuhkan modal besar dan bersifat jangka panjang. Karena itu, pembiayaan konstruksi menjadi tantangan tersendiri bagi pengembang di era suku bunga tinggi.

Dalam situasi seperti itu, Tulus menilai, pengembang harus mengelola keuangan dengan ekstra hati-hati untuk menjamin ketersediaan arus kas yang cukup. Dengan demikian, pada saat pembiayaan dari bank sulit diperoleh, kelangsungan pembangun bisa tetap terjamin. “Pengembang juga bisa memberikan skema pembayaran yang lebih panjang kepada konsumen,” kata Tulus.

Direktur PT Ciputra Property Tbk Artadinata Djangkar menilai, meski ada ancaman kenaikan suku bunga, potensi pertumbuhan properti komersial masih sangat bagus. Selain pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi, potensi investasi properti akan terus naik terutama di kawasan Jabodetabek. Tersambungnya tol Jakarta Outer Ring Road (JORR), dua bulan lalu, menurut Artadinata, akan memudahkan transportasi barang dan jasa di Jakarta sehingga bisa menunjang pertumbuhan properti ke depan.

Tersambungnya JORR mendorong Ciputra Property mekuncurkan produk baru, Ciputra International di kawasan Puri, Jakarta Barat. Proyek mixed use di lahan seluas 7,4 ha di ini mengusung tema superblok dilengkapi enam gedung perkantoran, tiga gedung apartemen, dan satu hotel. “Ground breaking dijadwalkan November mendatang. Namun, gedung untuk perkantoran sudah kami tawarkan sejak awal Agustus lalu,” ujar Artadinata.

Ekspansi proyek

Alih-alih membangun properti di lahan baru, Alam Sutera memilih mengembangkan properti komersial di lahan yang sudah dimiliki. Di Serpong, emiten berkode ASRI ini tengah menggarap Alam Sutera tahap kedua yang fokus pada pembangunan area komersial. Selain itu, Alam Sutera akan merampungkan proyek perkantoran The Prominence Office Tower yang berlokasi di Alam Sutera, Tangerang. Pembangunan gedung perkantoran dengan luas 52.000 m2 itu ditargetkan selesai pertengahan tahun depan. Gedung perkantoran yang juga tengah digarap Alam Sutera adalah The Tower berlokasi di CBD Jakarta. Hendra mengatakan, pembangunan The Tower ditargetkan rampung pada September 2016.

Pengembang lain tampaknya tak mau kalah agresif mengembangkan properti komersial. Olivia Surodjo, Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan PT Metropolitan Land Tbk, mengatakan, pada kuartal IV tahun ini, Metropolitan Land akan meluncurkan Metland West City Puri Indah yang berlokasi di Jakarta Barat. Rencananya, di atas lahan seluas 60 ha itu, emiten berkode MTLA itu akan membangun superblok yang berisi rumah, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan apartemen. Di kawasan ini pula, Metropolitan akan membangun Hotel Horison di atas lahan seluas 2.000 m2 yang ditargetkan selesai pada kuartal IV 2014.

Metropolitan juga akan membangun pusat perbelanjaan di kawasan pemukiman Metland Cileungsi. Pembangunan pusat perbelanjaan yang menyasar segmen kelas menengah ditargetkan selesai pada awal 2016 mendatang dengan total investasi sekitar Rp 200 miliar.

Olivia mengatakan, perusahaan juga berencana membangun dua properti komersial baru. Pertama, Metland Hotel Lampung yang akan dibangun pada tahun depan. Proses pembangunan hotel bintang tiga ini saat ini tengah dalam tahap memperoleh izin pemerintah daerah setempat. Kedua, Metropolitan juga akan membangun gedung perkantoran di kawasan Cawang yang kelak menjadi kantor pusat perusahaan. “Tapi sebagian kantor akan kita sewakan,” kata Olivia.

Pengembang asal Surabaya, PT Pakuwon Jati Tbk, juga tak kalah gencar. Direktur Keuangan Pakowon Jati Minarto Basuki mengatakan, perusahaan saat ini tengah menyelesaikan beberapa proyek properti komersial di Surabaya.

Saat ini, Pakuwon tengah menyelesaikan proyek Tunjungan Plaza 5 yang berisi pusat perbelanjaan, kantor, dan kondominium. Selain itu, Pakuwon tengah merampungkan Tunjungan Plaza 6 dan hotel di Tunjungan Plaza 4. “Pembangunan TP 5 sudah mencapai lantai 27 dari rencana 50 lantai,” kata Minarto.

Di Jakarta, Pakuwon akan memperluas Kota Kasablankja dengan menambah tiga gedung kondominium dan satu gedung perkantoran. Saat ini, dua tower kondominium sudah dalam tahap pra pemasaran. Selain itu, Pakuwon juga berencana membangun superblok baru di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Rencananya, proyek yang akan dilengkapi dengan perkantoran, kondominium, dan food and baverage area itu akan diluncurkan mulai tahun depan. Saat ini, Minarto bilang, proyek di atas lahan seluas 4,2ha itu tengah dalam studi desain bangun.

Strategi pengembang

Menurut Minarto, Pakuwon menjalankan strategi pertumbuhan dengan keseimbangan pendapatan antara recurring income alias pendapatan berulang dengan pendapatan pengembangan alias development income. Dengan begitu, perusahaan mempunyai stabilitas pendapatan disertai peluang untuk tetap tumbuh dari potensi pendapatan pengembangan yang berasal dari penjualan produk.

Summarecon juga berencana memperbesar porsi pendapatan berulang. Johanes mengatakan, persentase pendapatan berulang Summarecon saat ini baru 21% dari total pendapatan. Johanes menargetkan, persentase pendapatan berulang bisa meningkat hingga 30%. Selain untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan, strategi peningkatan recurring income ini untuk mencegah perusahaan terkena siklus properti.

Untuk itu, Summarecon memilih mengembangkan hotel. November tahun ini, Summarecon akan mulai mengoperasikan POP! Hotel Kelapa Gading yang termasuk hotel bujet. Selain itu. Summarecon akan merampungkan pembangunan Harris Hotel Bekasi yang akan beroperasi akhir tahun ini. Hotel lainnya adalah Movempick Resort & Spa di Jimbaran, Bali, yang ditargetkan selesai pada awal 2016 mendatang.

Selain itu, emiten berkode SMRA ini juga berencana mengembangkan kota terpadu di Gedebage, Bandung. Saat ini, Summarecon tengah dalam tahap pembebasan lahan seluas 300 ha dengan nilai investasi mencapai Rp 1 triliun. Johanes optimistis, target pendapatan tahun ini sebesar Rp 4,2 triliun bakal tercapai. Hingga semester I-2014, pendapatan SMRA sebesar Rp 1,977 triliun.

Alih-alih sekadar gencar ekspansi, Group Ciputra memilih strategi diversifikasi produk. Sejak awal Juli lalu, melalui anak usaha Ciputra Property, Group Ciputra resmi menjadi pemain hotel bujet dengan meresmikan Citradream Hotel di Cirebon dan Semarang. Tulus mengatakan, Ciputra masih akan membangun enam hotel bujet lainnya di Bandung, Yogyakarta, Bengkulu, Banjarmasin, Bintaro, dan Serpong.

Selain hotel bujet, Ciputra mulai merambah bisnis rumahsakit dengan membangun RS Citra Raya di Tangerang yang beroperasi sejak dua tahun lalu. Nah, rencananya, Ciputra akan menambah dua rumahsakit dengan luas lahan masing-masing 2 ha di Jakarta dan Banjarmasin. Dua rumahsakit tersebut saat ini dalam tahap konstruksi dan ditargetkan beroperasi tahun depan.

Rencana Ciputra lainnya adalah merampungkan Office Tower Kemayoran, mixed use Kemayoran, dan superblok Fatmawati. Tahun ini, Ciputra menargetkan marketing sales mencapai Rp 10 triliun.

Jadi, para pengembang tampaknya masih optimistis.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 50 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Imanuel Alexander