Tukar saham Telkom-TBIG dinilai tak merugikan



JAKARTA. Rencana tukar guling saham (Share Swap) antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan  PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dalam rangka monetisasi anak usaha operator itu di bisnis penyediaan menara, Mitratel, dinilai tidak merugikan,apalagi jika dilihat secara jangka panjang. “Aksi share swap tidak bisa dilihat dalam jangka pendek dan di satu sisi. Bicaranya harus jangka panjang karena bisnis menara itu kontraknya jangka panjang semua, minimal lima hingga 10 tahun. Istilahnya, berkelanjutan. Harus jeli melihat kesana,” ungkap Analis dari Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya di Jakarta, Selasa (21/4). Menurutnya, ada pengalaman yang bisa menjadi rujukan dalam melihat transaksi akuisisi menara yakni kala Tower Bersama membeli 2.500 menara milik Indosat pada 2012. “Indosat tak dibayar semuanya tunai, ada juga kepemilikan saham 5% di Tower Bersama. Hanya dipegang dua tahun, dijual saham 5% itu naiknya berlipat-lipat. Nah, kalau ternyata transaksi Telkom-TBIG menghasilkan yang sama, tidak merugikan dong. Apalagi, kedua perusahaan ini terus berkembang,” paparnya. Dalam catatan, Indosat menetapkan harga penjualan 5% saham milik Tower Bersama pada 2014 dengan harga Rp 5,800 per saham. Dana yang diraup sekitar Rp 1,39 triliun sebelum komisi dan biaya-biaya.    Harga penjualan tersebut lebih tinggi 110% dari awal Indosat memiliki  saham penyedia menara itu pada 2012 di Rp 2.757 per saham.  Optimistis

Ditambahkannya, pasar masih optimistis transaksi antara Telkom dan Tower Bersama bisa terjadi walau batas perjanjian Conditional Purchase Agreement (CSPA) pada Juni mendatang.  “Belajar dari aksi akuisisi menara Indosat pada 2012, itu kan juga mepet. Sekarang tergantung kedua belah pihak menuntaskan kewajiban masing-masing agar transaksi terealisasi. Soalnya investor melihat kedua perusahaan itu oke kinerjanya, kalau bergabung tentu bagus,” pungkasnya. Sementara itu, Analis dari CLSA Abdullah Hashim dalam kajiannya awal Maret lalu menyarankan Telkom tak melepas transaksi tersebut mengingat kinerja dari Tower Bersama secara operasional menjanjikan dimasa depan sehingga operator pelat merah itu bisa ikut menikmati pertumbuhan bisnis menara. “Jika transaksi itu terjadi, tenancy ratio dari Tower Bersama bisa dobel dalam 4 tahun, tetapi jika tidak terjadi, industri masih butuh menara untuk menempatkan BTS sehingga dalam enam tahun tenancy ratio TBIG bisa dobel digit,” katanya.   Diperkirakannya, transaksi ini disetujui pemegang saham Telkom karena menguntungkan operator pelat merah itu mengingat valuasi menara dari Mitratel di harga premium dan bisa menikmati gain saham dari Tower Bersama yang akan terus tumbuh. “Telkom akan kesulitan menaikkan tenancy ratio dari Mitratel jika sendirian, sementara Tower Bersama dapat menaikkan EBITDA-nya 35% jika transaksi ini closed,” pungkasnya.   Sinyal pemegang saham Telkom memberikan dukungan kepada transaksi ini juga terlihat dari suara Menteri BUMN Rini Soemarno yang menyatakan tidak ada permasalahan dengan aksi share swap Mitratel.  “Kami betul-betul mengamankan aktivitas BUMN secara meneyluruh,” katanya beberapa waktu lalu. Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga pun mengaku transaksi ini sesuai koridor hukum dan transparan.     “Terlalu banyak isu soal transaksi ini, padahal semua berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kami selalu transparan dengan transaksi ini,” ungkap Pria yang akrab disapa AJS itu usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), pekan lalu.(Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan