Tumpang tindih regulasi hambat investasi kelistrikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan daerah serta banyaknya tahapan perizinan dinilai jadi penghambat investasi sektor kelistrikan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan ia mendapat banyak keluhan terkait proses perizinan pembangkit listrik yang berbelit-belit. Bahkan, ada yang membutuhkan waktu 7 tahun hanya untuk mengurus perizinan.

"Jangan sampai yang namanya BUMN itu seperti birokrasi, ruwetnya. Bapak Ibu bisa membayangkan, mau izin pembangkit listrik itu 259 izin, meskipun namanya beda-beda," kata Jokowi dalam video Youtube yang diunggah akun Sekretariat Presiden pada Sabtu (16/10).


Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki membenarkan bertumpuknya izin yang harus dituntaskan investor untuk membangun pembangkit listrik.

Yayan mengungkapkan, secara khusus untuk sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), masih terjadi regulasi yang overlapping antara pemerintah pusat dan daerah. 

Baca Juga: Krisis Energi di Singapura, Lonjakan Harga Listrik Grosir Sudah Merambat ke Ritel

Yayan melanjutkan, dari kajian Peningkatan Iklim Bisnis Mikro Hidro dan Manajemen Sumber Daya Air di Indonesia terlihat bahwa untuk mikro hidro saja tercatat ada 21 izin yang harus dilalui.

"Dengan ditambahnya izin akan menurunkan efisiensi iklim investasi Independent Power Producer (IPP)," kata Yayan, Senin (18/10).

Yayan melanjutkan, perlu ada penyederhanaan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Penyederhanaan ini pun dinilai dapat dilakukan dengan mengejar tujuan investasi secara efektif maupun efisien.

"Mengapa ini penting karena ketika investasi idle dan tidak mencapai proses produksi maka tidak akan menciptakan manfaat yang lebih banyak terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Yayan.

Sementara itu, Chief Commercial Officer (CCO) SUN Energy Dionpius Jefferson mengungkapkan perlu ada sosialisasi pada stakeholder baik pusat maupun daerah seputar proses perizinan khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Menurut kami banyak miskomunikasi karena pengertiannya berbeda antara satu departemen dengan departemen lain," kata Dion kepada Kontan, Senin (18/10).

Dion mengungkapkan, hal ini kerap terjadi dari segi proses, sistem pengajuan izin maupun rentang waktu evaluasi dan persetujuan. Ini juga berdampak pada proses perizinan memakan waktu. 

Pihaknya berharap pemerintah segera mengimplementasikan Permen ESDM tentang PLTS Atap agar menjadi panduan bagi baik pelaku usaha maupun PLN dan pemerintah.

Selanjutnya: Permintaan memanaskan harga minyak mentah, Brent ke US$85,45 dan WTI ke US$83,18

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi