JAKARTA. Nama PT Tunas Alfin Tbk (TALF) kembali terpampang di papan Bursa Efek Indonesia pada awal 2014. Maklumlah sejak 1 Desember 2009, emiten produsen kemasan ini sempat meninggalkan bursa saham
(delisting), setelah untuk pertama kalinya mencatatkan saham perdana di BEI pada tahun 2001. Dalam aksi pencatatan kembali
(relisting) sahamnya di BEI, TALF mencatatkan 270 juta saham atau 19,95% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh. Sejatinya, TALF tak mengincar dana segar dari relisting tersebut. Hal ini lantaran Tunas Alfin tak menjual saham baru. Adapun para investor yang saat ini memiliki saham TALF adalah pemegang saham publik yang memang telah terdaftar sebelumnya. "Jadi mereka masuk saham (di papan) pengembangan," terang Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, beberapa waktu lalu.
Aksi delisting TALF dari bursa saham domestik pada 2009, tak lepas dari proses penggabungan atau merger antara Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 2008. Hasil merger dua bursa itu adalah BEI. Sebagai salah satu penghuni BES sejak 12 Februari 2001, Tunas Alfin kala itu wajib melepas lagi sebagian sahamnya ke publik alias
secondary offering, sebagai syarat agar saham TALF tetap tercatat di BEI. Maklum, saat itu kepemilikan saham publik di TALF sangat minim. PT Proinvestindo menguasai mayoritas kepemilikan TALF yang sebanyak 99,75%. Lantaran kewajiban tersebut tak pernah direalisasikan, maka otoritas bursa akhirnya menghapuskan pencatatan saham TALF. Kini, meski hanya mencatatkan ulang sahamnya di BEI, otoritas BEI tetap mencatat TALF sebagai emiten kelima yang terdaftar di BEI pada tahun ini. Secara fundamental, bisnis produk kemasan yang ditekuni TALF masih prospektif. Hingga kuartal III 2014, TALF mengantongi pendapatan senilai Rp 408,28 miliar atau tumbuh 35,75%
year-on-year (yoy). Laba bersihnya juga ikut tumbuh 98,77% (yoy) menjadi Rp 41,92 miliar. Pertumbuhan beberapa lini bisnis turut mendongkrak kinerja TALF. Misalnya, pendapatan kemasan rokok naik hingga 54,90% (yoy) menjadi Rp 130,75 miliar. Kemudian, penjualan produk kemasan barang konsumsi menyumbang pertumbuhan 2,46% menjadi Rp 97,12 miliar. Dus, TALF masih mengandalkan produk kemasan rokok sebagai pendapatan utama. Hingga Juni 2014, pelanggan terbesar TALF adalah Grup PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan menyumbang Rp 108,45 miliar. Kemudian Grup Nojorono Tobacco Co Ltd berkontribusi Rp 39,47 miliar serta Grup PT Bentoel Internasional Investama Tbk sebesar Rp 15,12 miliar. Saat ini, Tunas Alfin masih mengandalkan pasar pulau Jawa untuk menopang kinerjanya. Hingga Juni 2014, wilayah Jawa menyumbang 94% dari total pendapatan. Jumlah itu naik dibandingkan setahun lalu sebesar 90%.
Manajemen TALF menargetkan pendapatan tahun ini tumbuh 33,15% (yoy) menjadi Rp 563,58 miliar. Sedangkan laba bersih tahun ini diproyeksikan mencapai Rp 63,03 miliar. Untuk mencapai target tersebut, Tunas Alfin terus menggenjot segmen bisnis kemasan rokok. Manajemen menargetkan hingga akhir 2014 penjualan segmen ini Rp 399,41 miliar atau naik 70,9% (yoy). Adapun kemasan barang konsumsi bisa menyumbang penjualan Rp 153,77 miliar atau naik 27,3% (yoy). Manajemen TALF mengakui, tahun ini menghadapi banyak tantangan.
Pertama, krisis ekonomi global.
Kedua, persoalan ketenagakerjaan dan upah buruh.
Ketiga, persaingan yang semakin ketat dari perusahaan luar negeri seiring bergulirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Demi menjawab tantangan itu, TALF mempunyai strategi. Misalnya mengembangkan pasar di luar industri rokok. TALF juga akan memperluas jaringan pemasaran di berbagai wilayah Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro