JAKARTA. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) baru saja mengumumkan kinerjanya sepanjang kuartal I 2015. Di tengah tekanan kompetisi dan makro ekonomi yang kurang baik, kinerja yang diraih oleh operator pelat merah ini terbilang lumayan. Emiten dengan kode saham TLKM ini membukukan pendapatan di kuartal I 2015 sebesar Rp 23,616 triliun naik 11,1% dibandingkan periode sama 2014 sebesar Rp 21,250 triliun. Sedangkan keuntungan yang diraih sebesar Rp 3,814 triliun naik 6,4% dibandingkan periode yang sama di 2014. Meski demikian, kinerja yang kinclong tak terefleksi dalam pergerakan saham TLKM. Pasca kinerja diumumkan, saham Telkom sempat menukik tajam sebesar 10% menjadi Rp 2.615 dari Rp 2.905.
Penurunan itu menggerus kapitalisasi pasar saham Telkom senilai Rp 29 triliun menjadi Rp 264 triliun dari Rp 293 triliun. Bahkan, dalam penutupan perdagangan Selasa (5/5) kemarin, saham Telkom kembali tertekan menjadi Rp 2.715 dari pembukaan Rp 2.750. Sentimen Negatif Analis dari Woori Korindo Securities, Reza Priyambada mengungkapkan salah satu sentimen negatif bagi saham Telkom adalah tak kunjung selesainya transaksi share swap dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dalam rangka monetisasi anak usahanya di bisnis menara (Mitratel). "Banyak informasi simpang siur tentang nasib transaksi share swap itu. Ini menjadikan investor ritel bingung, akhirnya berdampak ke saham Telkom belakangan. Sebaiknya manajemen Telkom dan Tower Bersama menjelaskan secara detail posisi terbaru dari transaksi itu," ungkapnya, Rabu (6/5). Menurutnya, aksi share swap itu menguntungkan bagi Telkom karena bisa ikut menikmati secara keberlanjutan keuntungan dari bisnis menara dengan memiliki sebagian saham dari Tower Bersama. "Harusnya transaksi ini dilihat secara jernih dan detail. Jika dipaksa Mitratel itu Initial Public Offering (IPO), tak akan maksimal keuntungan didapat. Dari sisi teknis ada biaya harus dikeluarkan, belum lagi untuk meningkatkan valuasi dari perusahaan yang akan dibawa ke bursa, itu investasi lagi. Mana mau pasar terima barang kalau dibandingkan dengan emiten sejenis tak menarik," katanya. Ditambahkannya, jika Telkom dipaksa mengelola sendiri menara miliknya juga akan menimbulkan meningkatnya biaya depresiasi sehingga bisa membebani kinerja. "Paling tepat memang backdoor listing. Ada potensi juga bisa menjadi mayoritas di Tower Bersama karena bisa membeli saham dari publik atau pemegang saham lainnya," katanya. Dalam catatan, berdasarkan kajian sejumlah analis jika Mitratel dikembangkan sendiri oleh Telkom tak memberikan profitabilitas maksimal dengan tenancy ratio yang rendah dibandingkan pemain menara sejenis yang ada di bursa saham. Seandainya dipilih aksi IPO hanya bisa menghasilkan nilai Rp 5,5 triliun hingga Rp 5,9 triliun sedangkan jika back door listing dengan Tower Bersama bisa menghasilkan nilai Rp 11,4 triliun di luar beberapa keuntungan. Dalam transaksi ini, Telkom akan melepas sahamnya di Mitratel secara bertahap kepada Tower Bersama dengan cara share-swap. Tower Bersama akan menguasai 100 persen saham Mitratel dengan kompensasi Telkom memiliki 13,7 persen saham TBIG. Secara bertahap, Telkom bisa menambah sahamnya dengan beberapa syarat. Proses transaksi ini telah bergulir sejak 2014.
Tetap Berjalan VP Investor Relation Telkom Andi Setiawan, dalam keterbukaan informasi, Senin (4/5) menegaskan proses transaksi share-swap tersebut sampai saat ini masih berlangsung. Kedua belah pihak masih dalam tahap pemenuhan syarat dan ketentuan terkait transaksi. Aksi itu mengacu pada dokumen yang ditandatangani Oktober 2014 lalu dan masih akan berlaku sampai Juni mendatang. (Sanusi) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan