Tunggu SK Gubernur, Gedung Sarinah masuk daftar diduga cagar budaya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sarinah (Persero) secara resmi akan merenovasi Gedung Sarinah pada Juni atau usai Lebaran 2020. Menurut Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Gusti Ngurah Putu Sugiarta Yasa pekerjaan renovasi gedung diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 700 miliar. 

"Sarinah akan mengusung konsep baru dengan mengadopsi tema kekinian namun tetap mengedepankan budaya Indonesia," kata Gusti menjawab Kompas.com, Jumat (8/5/2020). 

Sarinah baru ini, Gusti melanjutkan, dirancang sebagai smart and green building (gedung pintar dan hijau). 


Baca Juga: Gerai di Sarinah tutup, ini alternatif gerai McDonald's terdekat yang bisa dikunjungi

Dilengkapi dengan tempat area berkumpul alias tongkrongan generasi milenial untuk belajar atau mengerjakan sesuatu melalui penyediaan co-working space. Tak sebatas itu, Sarinah juga mengadopsi fasilitas lainnya yang dibutuhkan generasi Milenial dalam mengeksplorasi permainan tradisional Indonesia yang dikemas dengan konsep digital. 

Sejatinya, ada banyak hal menarik dari gedung yang mencakup pusat perbelanjaan dan perkantoran yang berlokasi di Jl MH THamrin, Jakarta Pusat, ini. Selain sebagai saksi perkembangan gaya hidup kalangan muda Jakarta pada zamannya, meminjam istilah Gusti sebagai tempat nongkrong generasi baby boomers, juga sejarah panjangnya. 

Baca Juga: Akan tutup permanen, gerai McDonald's Sarinah beroperasi terakhir Minggu (10/5) besok

Gedung komersial ini mulai dibangun pada tahun 1962 dan diresmikan empat tahun kemudian oleh Presiden pertama RI, Soekarno. Sarinah merupakan pusat perbelanjaan sekaligus pencakar langit pertama di Indonesia yang strukturnya dirancang 15 lantai setinggi 74 meter. 

Peritel perdananya adalah Sarinah Department Store yang beroperasi pada 15 Agustus 1966. Penamaan gedung ini diambil dari nama pengasuh Soekarno pada masa kecil. Saat itu, Soekarno menggagas pembangunan properti komersial ini, menyusul lawatannya ke sejumlah negara yang sudah lebih dulu memiliki pusat belanja modern. 

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie