Tunjangan kinerja pegawai pajak segera dirombak



JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan mengubah skema tunjangan kinerja (tukin) bagi pegawai di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Jika sebelumnya skema berbasis target penerimaan, akan diubah menjadi berbasis beban kinerja dan lokasi atau wilayah kerja. Dengan demikian setiap pegawai pajak akan mendapat tunjangan kinerja yang berbeda-beda, meskipun punya golongan dan jabatan sama.

Staf Ahli Pengawasan Pajak Kemkeu Puspita Wulandari, mengatakan, skema tunjangan kinerja yang selama ini digunakan mengacu Peraturan Presiden (Perpres) 37 Tahun 2015. Dengan aturan itu maka pemberian tunjangan diberikan berdasarkan satu ukuran kinerja saja, yakni penerimaan pajak secara keseluruhan.

"Sedangkan Ditjen Pajak punya 341 kantor, ada kantor yang secara penerimaan 100%, tapi mereka harus menerima tunjangan kinerja sama dengan yang tidak 100%," kata Puspita di kantor Kemkeu, Senin (19/6) malam.


Skema yang ada saat ini tidak berdampak positif terhadap kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di kantor pajak maupun bagi kantor pajak itu sendiri. Pasalnya, para pegawai pajak yang kurang berprestasi bisa mendapatkan remunerasi sama dengan pegawai pajak yang berprestasi. Untuk itu, perlu adanya perubahan skema agar lebih adil.

"Nanti diubah menurut beban kerja kantor, ada large tax office (LTO) Khusus, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, dan lainnya. Jadi Account Representative (AR) dengan grade 11 di KPP Pratama misalnya, akan mendapat tunjangan yang berbeda dengan AR grade 11 di LTO Khusus yang punya target atau beban kerja lebih tinggi," terang Puspita.

Selain itu, pemberian tunjangan kinerja juga akan disesuaikan dengan klasifikasi wilayah kerja. Pasalnya, ada wilayah paling mahal dan paling murah sesuai biaya hidup. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), wilayah paling murah adalah di Solo, dan Papua yang paling mahal.

Nantinya, kinerja akan diukur secara individual dengan lima layer parameter, mulai dari stars, gold, average, under average , dan poor. Stars akan mendapat tunjangan tertinggi, sedangkan poor terendah. Namun belum jelas, berapa nilai masing-masing tunjangan di setiap layer.

Diharapkan, pembahasan skema baru tersebut kelar tahun ini. Dengan demikian, mulai 2018 bisa diterapkan.

Puspita mengklaim, rencana ini sudah didiskusikan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Presiden Joko Widodo. Mereka menyambut positif rencana tersebut. "Karena skema baru ini diharapkan lebih memotivasi pegawai pajak dengan segala usaha dan bebannya, dia akan dibayar pantas," kata Puspita.

Salah satu petugas pajak di kantor pusat Ditjen Pajak yang enggan disebutkan namanya mengaku senang dengan rencana ini. Alasannya, skema baru lebih mencerminkan keadilan dan bisa memicu semangat pegawai pajak untuk berprestasi. "Sekarang saya di pusat, dulu saya di KPP 12 tahun. Beban kerjanya sangat berbeda. Di kantor pusat jauh lebih berat," katanya.

Menurutnya, skema pemberian tunjangan yang ada saat ini memang kurang memacu kinerja pegawai pajak. Terutama di KPP yang potensi pajaknya kecil. Pegawai pajak di KPP bekerja lebih santai, tapi bisa menikmati tunjangan kinerja yang sama besar dengan kantor pajak lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie