Turki alami krisis keuangan, investor akan hindari aset emerging market



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis keuangan melanda Turki. Lira, mata uang negara ini, jatuh hingga 42% secara year-to-date (ytd) terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi yang melanda Turki ini dikhawatirkan bakal merembet ke perekonomian kawasannya, Uni Eropa, serta mencegat investor asing dari aset-aset negara berkembang yang dianggap berisiko tinggi.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail, menilai, efek domino dari krisis keuangan yang menghantam Turki tak dapat terhindarkan. Akhir pekan lalu, dampak tersebut bahkan sudah terasa di pasar saham dan obligasi Indonesia, bahkan AS. Nilai tukar mata uang regional juga terseret melemah.

"Kalau Turki sampai default, perekonomian Eropa bisa terganggu karena sebagian besar surat utang korporasi Turki dipegang oleh Eropa," ujar Mikail, Minggu (12/8).


Lebih jauh lagi, bukan tak mungkin kondisi tersebut kian menahan Bank Sentral Eropa (ECB) untuk menaikkan suku bunga dan mengetatkan kebijakan moneternya, seperti yang selama ini diekspektasikan oleh pasar. Kalau perekonomian Eropa melambat karena krisis Turki, perekonomian dunia pun akan terkena imbasnya.

Di tengah ketidakpastian global yang makin tinggi ini, investor pun kembali melakukan risk aversion ke aset lindung nilai, terutama dollar AS. Tak heran, akhir pekan lalu indeks dollar berhasil mencuat tembus ke atas level 96, tertinggi sejak Juli 2017 lalu.

"Investor beralih ke aset safe haven seperti dollar AS dan juga yen. Jumat lalu, terlihat yen cenderung menguat," ujar ekonom Bank Permata Josua Pardede, Minggu (12/8).

Mengutip Bloomberg, Jumat (10/8), dollar AS justru melemah 0,23% ke level 110,83. Artinya, yen tetap unggul kendati indeks dollar sendiri tengah perkasa.

Melihat kecenderungan investor akibat ketegangan ekonomi Turki ini, Josua menilai, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus bersiap menstabilisasi nilai tukar rupiah, terutama sepanjang pekan depan. Meski secara fundamental perekonomian Indonesia lebih baik, krisis Turki akan tetap menekan pasar saham maupun obligasi dalam negeri.

Senada, Mikail juga melihat dampak krisis Turki akan menggoyang pasar saham dan obligasi. Intervensi Bank Indonesia (BI) diperlukan untuk menjaga kurs rupiah tak merosot lebih dalam dari Rp 14.500 per dollar AS.

"Soalnya, sekarang uang investor lari semua ke dollar AS. Kepemilikan asing di obligasi kita juga akan turun sehingga rupiah akan melemah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat