Turun 30% Sejak Awal Tahun, Ini Prospek Saham-Saham Indeks Sektor Teknologi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks sektor teknologi mencatat kinerja terburuk dari seluruh deretan indeks saham yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak awal tahun. Menurut data BEI, indeks sektor teknologi turun 30,06% sejak awal tahun.

Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sebesar 7,40% sejak awal tahun.

Menurut data Bloomberg, ini 10 saham sektor teknologi yang menjadi pemberat indeks sejak awal tahun:

  1. GOTO -39,53%
  2. BUKA -45,37%
  3. DCII -18,26%
  4. EMTK -37,97%
  5. MCAS -79,66%
  6. NFCX -70,37%
  7. KREN -90%
  8. BELI -4,15%
  9. DMMX -59,24%
  10. TFAS -84,85%

Baca Juga: BUMN Pemberat IHSG Sepekan, Saham BREN Top Leader Periode 10-14 Juni

Sektor teknologi bidang e-commerce diselimuti isu mendung, khususnya yang melanda anak usaha PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), Tokopedia. Perusahaan afiliasi bisnis e-commerce GOTO ini berencana melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai bulan Juni 2024.

Berdasarkan laporan Bloomberg pada Rabu (12/6), ByteDance Ltd yang merupakan induk usaha TikTok berencana untuk melakukan perampingan terhadap 450 karyawan di bagian e-commerce Indonesia.Asal tahu saja, PT Tokopedia kini telah dikendalikan oleh TikTok. Tetapi, GOTO masih memiliki porsi saham sebesar 25%. GOTO juga memperoleh pendapatan dari biaya komisi dari Tokopedia.

Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan Shop Tokopedia Nuraini Razak mengatakan, menyusul penggabungan TikTok dengan Tokopedia, pihaknya mengidentifikasi beberapa area yang perlu diperkuat dalam organisasi dan menyelaraskan tim kami agar sesuai dengan tujuan perusahaan. 

Sebagai hasilnya, pihaknya harus melakukan penyesuaian yang diperlukan pada struktur organisasi sebagai bagian dari strategi perusahaan agar dapat terus tumbuh. 

“Kami berterima kasih kepada tim TikTok dan Tokopedia atas kontribusi dan komitmen mereka selama masa penggabungan dan kami akan terus berupaya untuk mendukung mereka dalam melewati masa transisi ini,” ujar dia dalam informasi yang diterima Kontan.co.id, Jumat (14/6).

Baca Juga: Rupiah Ambruk Posisi Paling Lemah Sejak April 2020

Selain PHK, ByteDance Ltd juga dikabarkan berencana untuk menghentikan hampir 80% layanan Tokopedia. Namun, GOTO membantah kabar tersebut.

Sekretaris Perusahaan GOTO, R. A. Koesoemohadiani menyampaikan, dalam kapasitas GOTO sebagai pemegang saham bukan pengendali minoritas PT Tokopedia, tidak ada rencana penghentian hampir 80% layanan Tokopedia. GOTO juga meyakini bahwa PT Tokopedia terus melakukan tinjauan atas efektivitas dari organisasi Tokopedia. 

“Segala keputusan yang diambil oleh PT Tokopedia merupakan hal yang akan ditentukan secara penuh oleh manajemen PT Tokopedia,” ujar dia dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu (12/6).

Baca Juga: Prospek Kinerja Saham Sektor Teknologi Diprediksi Masih Berat di Tahun Ini

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai, kinerja saham teknologi di bursa domestik berbeda jauh dengan kinerja saham teknologi di bursa asing, khususnya di Amerika Serikat (AS).

“Kalau di bursa AS, kinerja saham teknologi terdorong keputusan The Fed yang menyatakan kebijakan pelonggaran moneter di tahun ini masih akan terjadi, meski hanya satu kali saja,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (14/6). 

Sayangnya, efek dari berita baik itu belum berdampak ke kinerja emiten saham teknologi di Indonesia, karena dinamika pasar yang berbeda. Alhasil, investor harus lebih selektif dalam memilih emiten teknologi dengan kinerja fundamental yang solid. 

Kinerja fundamental yang solid ini sayangnya tidak dimiliki oleh emiten teknologi dengan bisnis utama e-commerce, seperti GOTO dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA). 

“Meskipun kinerja gross merchandise value (GMV) dan gross transaction value (GTV) masih cukup solid, tetapi mereka masih mencatatkan rugi di kuartal I 2024,” tutur Nafan.

Nafan mengatakan, kalau GOTO bisa mencapai level profitabilitasnya di masa mendatang, nanti akan tercermin dari kinerja harga sahamnya. "Tapi, ini masih butuh proses yang sangat panjang dan belum tentu bisa terealisasi tahun 2024,” paparnya.

Baca Juga: Arah Kebijakan The Fed Makin Jelas, Angin Segar Bagi Pasar Keuangan Indonesia

Menurut Nafan, masalah utama dari emiten ecommerce adalah besarnya insentif diskon untuk konsumen, sehingga masih menggerus biaya operasional. Strategi perang diskon ini mereka lakukan karena persaingan antarplatform sangat sengit. 

Oleh karena itu, investor disarankan untuk fokus pada emiten teknologi yang punya unit bisnis lain, seperti dalam penyediaan layanan over the top (OTT).

Salah satu yang punya layanan ini adalah PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Unit bisnis OTT ini persaingannya belum terlalu sengit. Saham EMTK lebih likuid dan kinerja di kuartal I masih baik.

Asal tahu saja, EMTK berhasil membalikkan rugi Rp 330,98 miliar menjadi laba Rp 259,39 miliar di kuartal I 2024.

Nafan merekomendasikan beli untuk EMTK dengan target harga terdekat Rp 396 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati