Turun lebih dari 5%, valuasi IHSG terbilang murah di Asia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih turun sebesar 5,52% secara year to date ke level 5.952,08 pada hari ini, Senin (10/2). Sementara, valuasi IHSG saat ini dinilai cukup murah yakni dengan price to earning ratio (PER) berada di kisaran 15,9 kali.

Biasanya, pelaku pasar dapat melihat mahal atau tidaknya harga suatu saham dari rasio harga saham terhadap laba (PER) dan juga rasio harga saham terhadap nilai buku atau price to book value (PBV). Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, PER di kisaran 17-18 kali secara histori masih termasuk murah.

Namun, hal ini belum dapat membuat investor masuk ke pasar saham lantaran sekarang masih banyak tekanan jual. “Ini dipengaruhi salah satunya oleh virus corona, pelaku pasar saat ini masih melihat lebih jauh efeknya seperti apa,” kata Wawan pada Kontan.co.id, Senin (10/2).


Baca Juga: Bukan hanya pembekuan rekening terkait Jiwasraya yang bikin transaksi bursa sepi

Wawan memprediksi, IHSG baru bisa menguat pada akhir Februari 2020, ditopang oleh sentimen rilis laporan keuangan tahun 2019. Apabila dibandingkan dengan valuasi negara tentangga, PER IHSG masih lebih rendah ketimbang Malaysia yang mencapai 25,28 kali, kemudian India yang menyentuh 24,96 kali, Jepang berada di 19,21 kali, dan Korea Selatan di 18,86 kali.

Wawan menyampaikan, meski PER IHSG masih lebih kecil daripada negara lain, investor asing belum begitu tertarik untuk masuk pasar modal Indonesia. Meski tinggi dan rendahnya PER menjadi patokan investor asing dalam masuk pasar modal, mereka juga melihat pertumbuhannya.

“Potensi pertumbuhan juga menjadi salah satu yang dilihat investor. Saat ini pertumbuhan emiten terbilang stagnan. Misalnya saja emiten yang ada di indeks LQ45 yang hanya tumbuh 8% per September 2019,” tambah dia.

Baca Juga: IHSG berpeluang menguat pada perdagangan Selasa (11/2)

Adapun, saham-saham LQ45 yang memiliki PER terendah antara lain Indo Tambangraya Megah (ITMG), Bukit Asam (PTBA), dan Adaro Energy (ADRO), dan United Tractors (UNTR). Wawan melihat prospek saham emiten yang berkaitan dengan batubara masih belum cukup menarik untuk saat ini lantaran tertekan harga jual batubara.

Wawan merekomendasikan investor untuk berinvestasi dalam jangka panjang dalam saham emiten sektor batubara. Sementara dalam kondisi saat ini, Wawan menyarankan pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham sektor keuangan dan jasa konstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati