Turunnya net kewajiban investasi asing belum tentu positif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat penurunan net kewajiban. Teorinya, ketergantungan Indonesia terhadap dana asing berkurang.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pada akhir kuartal II-2018, PII Indonesia mencatatkan net kewajiban sebesar US$ 305,6 miliar atau 29,3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi net kewajiban pada akhir kuartal I-2018 yang tercatat sebesar US$ 325,6 miliar atau 31,5% terhadap PDB.


Meski demikian, hal itu tidak bisa disimpulkan begitu saja. Sebab, penurunan net kewajiban yang terjadi di kuartal II-2018 ini lebih disebabkan oleh penurunan nilai instrumen finansial domestik.

“Apakah ini berarti Indonesia tidak tergantung dengan dana asing lagi? Ini mesti dilihat lagi karena masih sementara,” kata Ekonom sekaligus Project Consultant ADB Institute Eric Sugandi mengatakan, kepada Kontan.co.id, Selasa (25/9).

“Rupiah lagi tertekan, kita juga mungkin lihat ada outflow dari saham lagi kalau ada risiko di bursa. Ini bisa kita lihat nanti kalau investor asing sudah masuk lagi untuk simpulkan ini positif atau tidak,” lanjutnya.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih sependapat bahwa penurunan net kewjiban ini masih temporer. Sebab, hal ini didominasi oleh investasi asing di portofolio yang turun.

“Asing keluar, otomatis kewajiban turun. Ini juga ditambah utang pemerintah dibayar sehingga kewajibannya turun,” ucapnya kepada Kontan.co.id.

Investor asing yang keluar dari instrumen investasi Indonesia ini, menurut Lana, didorong oleh yield yang kurang menarik di dalam negeri.

Oleh karena itu, saat nanti rupiah stabil dan yield obligasi stabil, ada potensi net kewajiban kembali naik karena suku bunga acuan BI juga akan naik.

Ia menjelaskan, dalam hal ini juga sebenarnya risiko terhadap instrumen investasi Indonesia tidak ada dan cenderung normal. Hal ini tercermin dari credit default swap (CDS) yang naik, tetapi kenaikannya tidak melompat.

Mengutip Bloomberg, Selasa (25/9), posisi CDS 10 tahun Indonesia 213,97. Sementara, posisi CDS 5 tahun 135,459.

Return ini yang menjadi pertimbangan. Padahal, risiko sebenarnya normal. Investor lihat, kalau mereka dapat yield, untuk obligasi 10 tahun 8,2% misalnya, tetapi depresiasi rupiah sudah 9%, jadi risiko depresiasinya lebih besar. Padahal ekspektasinya, kalau depresiasi segitu, yield idealnya 12%,” jelasnya.

Menurut Lana, depresiasi rupiah ini juga sementara. Adapun yield saat ini masih menarik, “Tetapi yang namanya orang mau untung, akan kurang juga,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto