Turunnya produksi rokok gerus penerimaan cukai



JAKARTA. Pemerintah menurunkan target penerimaan bea dan cukai dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBN-P) 2017. Dalam nota keuangan RAPBN-P 2017, pemerintah mengusulkan target penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 189,1 triliun, turun Rp 2,1 triliun dari target dalam APBN 2017.

Penurunan tersebut terutama terjadi karena penurunan pada penerimaan cukai sebagai satu-satunya penyumbang terbesar penerimaan kepabeanan dan cukai. Bahkan, penurunan target penerimaan cukai terjadi di seluruh sumber, baik cukai hasil tembakau, makanan minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), maupun etil alkohol.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Heru Pambudi mengatakan, target penerimaan cukai turun Rp 3,9 triliun menjadi Rp 153,17 triliun. Target penerimaan cukai hasil tembakau sendiri turun Rp 2,39 triliun menjadi Rp 147,49 triliun.


"Yang mempengaruhi penurunan penerimaan karena penurunan produksi rokok dari pabrik golongan 1 turun dan kami perkirakan sampai akhir tahun penurunanannya sekitar 1,2%-2,3%," kata Heru dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Selasa (11/7).

Sementara itu, target penerimaan cukai MMEA diusulkan turun sekitar Rp 200 juta menjadi Rp 5,53 triliun dan target penerimaan cukai etil alkohol turun Rp 2 triliun menjadi Rp 148 miliar.

Meski demikian, pihaknya mengaku target penerimaan cukai dalam RAPBN-P tersebut masih memasukkan potensi penerimaan dari perluasan objek cukai, yaitu cukai plastik sebesar Rp 1,6 triliun. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara masih berharap rencana penerapan perluasan objek cukai baru bisa segera dibahas.

"Yang plastik kan masih proses pembicaraan. Sedang difinalkan. Yang lain sudah ada beberapa dalam wacana," kata Suahasil.

Tak hanya target penerimaan cukai, pemerintah juga menurunkan target penerimaan bea masuk RAPBN-P 2017. Usulan pemerintah, target bea masuk turun Rp 400 miliar menjadi Rp 33,3 triliun.

Penurunan tersebut disebabkan oleh tingginya penggunaan Free Trade Agreement yang sampai akhir Mei jumlahnya sudah mencapai 27,7%, naik 1,2% dibanding penggunaan 2016. "Artinya satu di antara tiga barang sudah tidak kena bea masuk," kata Heru.

Sementara itu, target penerimaan bea keluar diusulkan naik Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2,7 triliun. Kenaikan ini lantaran kenaikan harga CPO dan izin ekspor yang diberikan pemerintah kepada Freeport Indonesia dan Amman Mineral Nusa Tenggara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto