JAKARTA. Kisruh kepemilikan stasiun televisi PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara kubu Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) dengan kubu Hary Tanoesoedibjo sepertinya belum akan berakhir. Hal ini menyusul langkah Tutut mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. "Kami sudah mengajukan upaya kasasi ke MA beberapa waktu lalu atas putusan banding," kata kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, Minggu (7/4). Harry menjelaskan, Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan putusan yang menganulir putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama (BKB) mengembalikan kepemilikan TPI dalam keadaan semula sebelum rapat umum pemegang saham luas biasa luar biasa (RUPSLB) tertanggal 18 Maret 2005. Dimana saat itu, kepemilikan saham Tutut di TPI sebesar 75%, bukan 25% seperti kondisi saat ini. Menurutnya, dalam pertimbangannya Pengadilan Tinggi menyebutkan sengketa ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme arbitrase. Sebagaimana tercantum dalam klausul investment agreement antara Tutut dan BKB tertanggal 23 Agustus 2002. Artinya PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa ini. Terkait ini, Harry menegaskan dalam kasasinya Pengadilan Tinggi telah keliru menerapkan hukum. Pasalnya pihaknya tidak mempermasalahkan perihal investment agreement. Melainkan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan BKB yang menggelar RUPSLB tertanggal 18 Maret 2005. "RUPSLB itu tidak sesuai dengan aturan hukum yang dengan anggaran dasar TPI. Selain itu, ini juga ada kaitannya dengan kasus sistim adminitrasi badan hukum (sisminbakum)," katanya. Harry menegaskan Tutut akan terus memperjuangkan haknya atas kepemilikan TPI. "Saat ini mereka menguasai secara fisik. Tetapi itu bukan haknya. Tercatat sebagai pengurus TPI di Kementerian Hukum dan HAM yakni Dandy Rukmana," ujarnya.Sementara itu, Andi Simanungsong kuasa hukum BKB menegaskan mengapresiasi putusan tingkat banding tersebut. Dirinya menjelaskan pertimbangan Pengadilan Tinggi yang menyebutkan sengketa ini diselesaikan melalui mekanisme arbitrase sudah tepat. "Pelaksanaan RUPSLB tersebut bersumber dari investment agreement yang ditandatangani. Dimana dalam klausul disebutkan jika ada sengekta harus diselesaikan melalui arbitrase," ujarnya. Terkait langkah Tutut yang mengajukan kasasi, Andi menjelaskan pihak sudah siap meladeni. Kontra memori kasasi pun sudah dilayangkan ke MA melalui PN Pusat. Seperti diketahui, kisruh perebutan TPI yang kini sudah berganti nama menjadi MNC TV sudah berlangsung sejak lama. Tutut bersama pemegang saham TPI lainnya menggugat BKB dan PT Saran Rekatama Dinamika (SRD). Tutut menggugat lantaran tidak terima atas hasil RUPSLB TPI tertanggal 18 Maret 2005. Dalam RUPSLB tersebut, BKB dengan memegang surat kuasa tertanggal 3 Juni 2003 melakukan perubahan jajaran direksi TPI sesuai dengan yang tertuang dalam Akta No 16 dan No 17. Tak hanya itu, dari RUPSLB itu saham kepemilikan Tutut yang tadinya 100% terdilusi sehingga tinggal 25 %.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tutut tantang Hary Tanoe di MA
JAKARTA. Kisruh kepemilikan stasiun televisi PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara kubu Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) dengan kubu Hary Tanoesoedibjo sepertinya belum akan berakhir. Hal ini menyusul langkah Tutut mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. "Kami sudah mengajukan upaya kasasi ke MA beberapa waktu lalu atas putusan banding," kata kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, Minggu (7/4). Harry menjelaskan, Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan putusan yang menganulir putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama (BKB) mengembalikan kepemilikan TPI dalam keadaan semula sebelum rapat umum pemegang saham luas biasa luar biasa (RUPSLB) tertanggal 18 Maret 2005. Dimana saat itu, kepemilikan saham Tutut di TPI sebesar 75%, bukan 25% seperti kondisi saat ini. Menurutnya, dalam pertimbangannya Pengadilan Tinggi menyebutkan sengketa ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme arbitrase. Sebagaimana tercantum dalam klausul investment agreement antara Tutut dan BKB tertanggal 23 Agustus 2002. Artinya PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa ini. Terkait ini, Harry menegaskan dalam kasasinya Pengadilan Tinggi telah keliru menerapkan hukum. Pasalnya pihaknya tidak mempermasalahkan perihal investment agreement. Melainkan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan BKB yang menggelar RUPSLB tertanggal 18 Maret 2005. "RUPSLB itu tidak sesuai dengan aturan hukum yang dengan anggaran dasar TPI. Selain itu, ini juga ada kaitannya dengan kasus sistim adminitrasi badan hukum (sisminbakum)," katanya. Harry menegaskan Tutut akan terus memperjuangkan haknya atas kepemilikan TPI. "Saat ini mereka menguasai secara fisik. Tetapi itu bukan haknya. Tercatat sebagai pengurus TPI di Kementerian Hukum dan HAM yakni Dandy Rukmana," ujarnya.Sementara itu, Andi Simanungsong kuasa hukum BKB menegaskan mengapresiasi putusan tingkat banding tersebut. Dirinya menjelaskan pertimbangan Pengadilan Tinggi yang menyebutkan sengketa ini diselesaikan melalui mekanisme arbitrase sudah tepat. "Pelaksanaan RUPSLB tersebut bersumber dari investment agreement yang ditandatangani. Dimana dalam klausul disebutkan jika ada sengekta harus diselesaikan melalui arbitrase," ujarnya. Terkait langkah Tutut yang mengajukan kasasi, Andi menjelaskan pihak sudah siap meladeni. Kontra memori kasasi pun sudah dilayangkan ke MA melalui PN Pusat. Seperti diketahui, kisruh perebutan TPI yang kini sudah berganti nama menjadi MNC TV sudah berlangsung sejak lama. Tutut bersama pemegang saham TPI lainnya menggugat BKB dan PT Saran Rekatama Dinamika (SRD). Tutut menggugat lantaran tidak terima atas hasil RUPSLB TPI tertanggal 18 Maret 2005. Dalam RUPSLB tersebut, BKB dengan memegang surat kuasa tertanggal 3 Juni 2003 melakukan perubahan jajaran direksi TPI sesuai dengan yang tertuang dalam Akta No 16 dan No 17. Tak hanya itu, dari RUPSLB itu saham kepemilikan Tutut yang tadinya 100% terdilusi sehingga tinggal 25 %.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News