KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan raksasa media sosial Twitter Inc sedang kebanjiran gugatan dari para mantan karyawan pasca akuisisi saham oleh taipan Elon Musk Kantor berita Reuters menyebut hingga Selasa (20/12) ada sebanyak gugatan oleh sekitar 100 mantan karyawan atas berbagai kasus dugaan pelanggaran hukum. Kasus dugaan pelanggaran hukum ini terutama berasal dari dampak pengambilalihan perusahaan oleh Elon Musk.
Salah satu gugatan lantaran perusahaan ini disebut menargetkan karyawan berjenis kelamin perempuan untuk jadi prioritas pemutusan hubungan kerja alias PHK. Gugatan lain lantaran perusahaan yang dibeli oleh Elon Musk belum lama ini disebut gagal membayar pesangon yang dijanjikan kepada karyawan PHK.
Shannon Liss-Riordan, seorang pengacara yang mewakili para pekerja mengatakan, dirinya telah mengajukan sebanyak 100 tuntutan arbitrase terhadap Twitter. Selain itu ia juga membuat klaim serupa untuk empat tuntutan hukum
class action yang tertunda di pengadilan federal California. Menurut Liss-Riordan semua pekerja menandatangani perjanjian untuk mengajukan sengketa hukum terhadap perusahaan di arbitrase ketimbang memilih jalur pengadilan. Hal ini berarti akan ada konsekuensi kemungkinan besar karyawan tersebut akan dilarang berpartisipasi dalam gugatan perwakilan kelompok terhadap Twitter. Seperti kita tahu, Twitter telah memberhentikan sekitar 3.700 karyawan alias PHK pada awal November 2022.
Baca Juga: Akankah Elon Musk Mundur dari Posisi CEO Twitter? PHK massal ini sebagai langkah pemotongan biaya setelah Elon Musk masuk sebagai investor baru. Seperti kita tahu Elon Musk membayar US$ 44 miliar untuk mengakuisisi platform media sosial. Buntut akuisisi ini ada ratusan karyawan yang tidak di PHK juga memutuskan untuk mengundurkan diri lantaran tidak nyaman dengan sepak terjang investor baru. Pada gugatan arbitrase karyawan menuduh Twitter melakukan diskriminasi jenis kelamin, pelanggaran kontrak kerja, dan secara ilegal memberhentikan karyawan yang sedang cuti medis atau cuti orang tua. Twitter tidak segera menanggapi permintaan komentar dari
Reuters atas gugatan ini. Liss-Riordan mengatakan perusahaan firma hukumnya telah berbicara dengan ratusan mantan karyawan Twitter lainnya dan bermaksud untuk mengajukan lebih banyak tuntutan hukum dalam arbitrase atas nama mereka.
Baca Juga: Mayoritas Pengguna Twitter Pilih Elon Musk Mundur dari Posisi CEO "Perilaku Twitter sejak Elon Musk mengambil alih sangat mengerikan, dan kami akan mengejar setiap jalan untuk melindungi pekerja dan mengambil dari Twitter kompensasi yang menjadi hak mereka," katanya. Gugatan
class action yang tertunda mengklaim Twitter memberhentikan karyawan dan kontraktor tanpa pemberitahuan 60 hari yang diwajibkan oleh hukum. Selain itu Twitter juga memberhentikan perempuan secara tidak proporsional, dan memaksa pekerja penyandang disabilitas dengan menolak mengizinkan pekerjaan jarak jauh atau
work from home pasca pandemi Covid-19. Twitter juga menghadapi setidaknya tiga keluhan yang diajukan ke dewan tenaga kerja AS;
Pertama karyawan mengklaim dipecat karena mengkritik perusahaan. Kedua tuduhan pekerja mencoba mengatur pemogokan, Ketiga, perilaku lain yang dilindungi oleh undang-undang perburuhan federal. Perwakilan Perusahaan Twitter sebelumnya telah membantah melanggar hukum yang membutuhkan pemberitahuan lebih lanjut dan belum menanggapi klaim lainnya.
Editor: Syamsul Azhar