KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah uang beredar (M2) pada September 2024 mencapai Rp 9.044,9 triliun atau tumbuh 7,2% secara tahunan (yoy). Hanya saja, pertumbuhan ini sedikit melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,3% yoy. Perlambatan pertumbuhan uang beredar pada September 2024 ini memperpanjang tren perlambatan yang sudah terjadi sejak Juli 2024 lalu. Pasalnya, pada Juni 2024 uang beredar (M2) tumbuh positif 7,8% yoy dibandingkan bulan sebelumnya yang 7,6% yoy.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky mengatakan bahwa melambatnya pertumbuhan uang beredar (M2) adalah laju kredit yang tertahan. Lajunya juga searah dengan pertumbuhan simpanan masyarakat (DPK) seiring pula dengan pertumbuhan M1. "Laju pertumbuhan yang nyaris sama dengan arah perlambatan ini bisa diartikan memang perekonomian sedang dalam keadaan lesu," ujar Awalil kepada Kontan.co.id, Selasa (22/10). Termasuk juga di dalamnya tagihan bersih kepada pemerintah pusat yang menggambarkan laju operasi keuangannya cenderung melandai. Meski kemungkinan akan meningkat pada bulan-bulan mendatang, seiring dengan kebiasaan menghabiskan anggaran dari pemerintah.
Baca Juga: Laju Pertumbuhan Simpanan Nasabah Perorangan Melambat Pada September 2024 Awalil menambahkan, sebenarnya yang perlu dicermati terkait uang beredar dan deflasi adalah
base money (MO), mengingat mayoritas transaksi perekonomian Indonesia masih uang tunai (
cash). Sayangnya, informasi M0 ini kurang tersedia rutin seperti M1 dan M2. "Kuat dugaan laju pertumbuhan M0 lebih rendah dari M1 dan M2. Itu yang lebih berdampak pada deflasi," katanya. Sementara itu, Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang mengatakan bahwa perlambatan uang beredar ini lebih dikarenakan musiman (seasonal) serta dampak dari eksternal global. Berdasarkan data BI, Hosianna menyebut adanya kontraksi pada aktiva luar negeri serta tagihan bersih kepada pemerintah pusat. "Terkait pemerintah pusat ini kita lihat karena pemilu sudah usai serta menyongsong akhir tahun, jadi banyak proyek pemerintah yang telah usai," kata Hosianna. Sementara terkait aktiva luar negeri, dikarenakan perlambatan aktivitas global yang kemungkinan akan mulai bangkit (
rebound) pada tahun 2025. "Secara keseluruhan pertumbuhan kredit masih solid karena masih dalam target di 10% hingga 12% yoy," imbuhnya.
Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menambahkan bahwa perlambatan uang beredar ini berkaitkan dengan ekspansi kredit yang juga melambat lantaran iklim suku bunga masih belum menurun signifikan. "Ditambah lagi juga terkait dengan anggaran pemerintah, ya wajar kalau kita lihat jumlah uang yang beredar cenderung trennya agak melambat , dengan tren yang memang kalau kita lihat sih tidak banyak berubah dibandingkan dengan beberapa bulan sebelumnya," imbuh Myrdal.
Baca Juga: Kabinet Merah Putih Bahas Strategi Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8% Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati