Uang Beredar Melambat pada Februari, Laju Kredit Perbankan Jadi Pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa uang beredar pada Februari 2024 tercatat sebesar Rp 8.739,6 triliun atau tumbuh 5,3% secara tahunan (year on year/YoY).

Hanya saja, pertumbuhan ini sedikit melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 5,4% YoY.

"Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Februari 2024 tumbuh positif," ujar Asisten Gubernur BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Jumat (22/3).


Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo melihat bahwa meski pertumbuhan uang beredar pada Februari 2024 sedikit lebih rendah jika dibandingkan bulan sebelumnya, namun secara umum masih relatif stabil.

Baca Juga: Banyak Orang Belanja, Uang Beredar Selama Ramadan Diperkirakan Meningkat

"Secara umum kami melihatnya relatif stabil karena secara nominal terdapat kenaikan sebesar Rp 17,7 triliun dari bulan sebelumnya," ujar Banjaran Jumat (22/3).

Menurutnya, pertumbuhan yang sedikit lebih rendah ini dikarenakan penyaluran kredit yang juga sedikit melambat, yakni dari 11,5% di Januari menjadi 11% di Februari.

Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga menyampaikan bahwa kondisi uang beredar M2 pada Februari 2024 dipengaruhi oleh penyaluran kredit yang melambat.

Menurutnya, pertumbuhan kredit menurun seiring dengan kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga tinggi sehingga membuat biaya kredit relatif mahal.

Selain itu, adanya kehati-hatian dari pihak bank dalam menyalurkan kredit juga turut dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global.

"Permintaan kredit yang menurun dari masyarakat juga ikut mempengaruhi perlambatan pertumbuhan uang beredar, terutama dipengaruhi oleh inflasi yang tinggi dan daya beli yang rendah," kata Yusuf.

Baca Juga: Sederet Bank Digital Berupaya Perbesar Porsi Dana Murah, Intip Strateginya

Selanjutnya, Yusuf bilang aktivitas luar negeri bersih juga mengalami penyesuaian pada bulan yang sama. 

"Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), aliran modal keluar, dan penyesuaian tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat menjadi faktor utama penyesuaian ini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi