BANDUNG. Biaya produksi uang logam pecahan Rp 1.000 diakui oleh Bank Indonesia memang cukup besar. Ini karena bahan logam memang lebih mahal dari kertas. Selain itu, biaya riset serta pengurusan hak cipta juga memakan biaya cukup mahal. Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi bilang, ongkos terbesar dari proyek uang baru adalah untuk pengurusan hak cipta, penelitian sejarah terkait ornamen budaya seperti angklung dan gedung sate yang ditampilkan di uang baru tersebut. "Desain baru jelas ada biayanya, persisnya belum kami hitung tapi tidak terlalu besar. Yang besar adalah biaya hak cipta dan penelitian sejarah," katanya dalam konferensi pers usai peluncuran uang baru di Kantor Gubernur BI Bandung, Selasa (20/7). Biaya produksi uang dari logam lebih mahal namun bagi BI itu sepadan dengan nilai efisiensinya. "Perbandingannya 1:15, jadi kalau uang kertas bertahan satu tahun sedangkan logam bisa tahan 15 tahun," imbuh Budi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Uang Logam Baru Tahan Sampai 15 Tahun
BANDUNG. Biaya produksi uang logam pecahan Rp 1.000 diakui oleh Bank Indonesia memang cukup besar. Ini karena bahan logam memang lebih mahal dari kertas. Selain itu, biaya riset serta pengurusan hak cipta juga memakan biaya cukup mahal. Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi bilang, ongkos terbesar dari proyek uang baru adalah untuk pengurusan hak cipta, penelitian sejarah terkait ornamen budaya seperti angklung dan gedung sate yang ditampilkan di uang baru tersebut. "Desain baru jelas ada biayanya, persisnya belum kami hitung tapi tidak terlalu besar. Yang besar adalah biaya hak cipta dan penelitian sejarah," katanya dalam konferensi pers usai peluncuran uang baru di Kantor Gubernur BI Bandung, Selasa (20/7). Biaya produksi uang dari logam lebih mahal namun bagi BI itu sepadan dengan nilai efisiensinya. "Perbandingannya 1:15, jadi kalau uang kertas bertahan satu tahun sedangkan logam bisa tahan 15 tahun," imbuh Budi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News