JAKARTA. Efek aturan pembatasan minimal uang muka alias loan to value (LTV) atas kredit pembelian properti bak pisau bermata dua. Di satu sisi, efek aturan tersebut mampu menahan kenaikan harga hunian khususnya di atas 70 meter per segi (m²). Tapi di sisi lain, efek aturan pembatasan uang muka atau down payment sebesar 30% untuk rumah pertama dan 40% untuk rumah kedua membuat kredit properti melambat. Data Otoritas Jasa Keuangan menyebut pasca kebijakan LTV dirilis tahun 2012 dan 2013, kredit properti mengalami perlambatan, baik kredit rumah maupun apartemen. Jika ada kenaikan permintaan kredit properti 2013, itu adalah kredit carry over dari tahun sebelumnya, saat aturan LTV belum keluar.
Perlambatan kredit makin menjadi di tahun 2014. Kondisi ini terjadi atas kredit pembelian rumah maupun apartemen yang tumbuh mini yakni 12,51% untuk rumah dan hanya 9,63% untuk apartemen. Lantaran ini pula, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana akan melonggarkan aturan uang muka pembelian rumah dengan cara kredit atau LTV. Tapi, "Kami akan membicarakan dulu dengan BI atas poin-poin perubahan aturan LTV," ujar Muliaman. Namun, otoritas jasa keuangan tak akan segan-segan memperketat lagi aturan ini. "Jika kelak pertumbuhan harga dan kredit keterlaluan lagi, kami akan perketat lagi aturan LTV" ujar Muliaman, Selasa (21/4).Berapa ketentuan LTV yang baru tengah dibicarakan dengan Bank Indonesia (BI). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, bank sentral memang tengah mengkaji sejumlah alternatif aturan besaran pinjaman atau loan to value sektor properti atas kredit pemilikan rumah dan kredit pemilikan apartemen tipe tertentu. Namun, kata dia, jangka pendek belum ada perubahan aturan LTV, "Tahap saat ini masih kajian," kata Tirta kepada KONTAN. Namun, rencananya akan ada perbedaan aturan uang muka atas pembelian rumah atau apartemen di tiap-tiap daerah. Consumer Banking Director Bank Negara Indonesia (BNI) Anggoro Eko Cahyo bilang, efek aturan LTV membuat konsumen mengurungkan niat mencicil rumah lantaran uang muka terlalu besar. Kondisi ini ditambah dengan perlambatan ekonomi yang membuat masyarakat menahan pembelian properti.
Tahun lalu, KPR BNI hanya tumbuh 5,1% menjadi Rp 33,34 triliun. Makanya, tahun ini BNI belum berani mematok pertumbuhan KPR terlalu tinggi. "Jika persentase uang muka lebih longgar dan boleh inden, KPR kami bisa melebihi target," ujarnya. Direktur Ritel Banking PT Bank Internasional Indonesia (BII) Maybank Lani Darmawan menambahkan, relaksasi aturan LTV akan berimbas besar terhadap industri perbankan. Namun, BII mengaku akan tetap selektif mengucurkan KPR demi mempertahankan kualitas kredit. Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja bilang hingga kini OCBC NISP masih merasakan imbas aturan ini. Tahun ini, OCBC NISP cuma menargetkan KPR tumbuh 15%-20%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto