KONTAN.CO.ID - WASHINGTON, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan bahwa Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam pembicaraan telepon pada hari Senin mengulangi keinginan Ankara untuk membeli pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. Sementara Biden memberitahu kepada Erdogan bahwa Washington ingin agar pemerintahan di Ankara menghapuskan keberatannya terhadap bergabungnya Swedia sebagai anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara NATO. Pertukaran tersebut terjadi ketika Biden menelepon Erdogan untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya dalam pemilihan presiden Turki pada hari Minggu (29/5).
"Saya berbicara dengan Erdogan. Saya mengucapkan selamat kepada Erdogan. Dia masih ingin bekerja pada pembelian F-16. Saya memberitahunya bahwa kami ingin memiliki kesepakatan dengan Swedia, jadi mari kita selesaikan itu. Kami akan kembali berkomunikasi," kata Biden kepada para wartawan sebelum meninggalkan Gedung Putih menuju Delaware (29/5).
Saat ditanya apakah Biden mengharapkan adanya kemajuan dari Erdogan terkait keanggotaan NATO bagi Swedia, Biden mengatakan: "Saya membicarakan masalah tersebut dengan dia. Kami akan membahasnya lebih lanjut minggu depan." Seperti kita tahu, Swedia dan Finlandia mengajukan keanggotaan NATO tahun lalu. Permintaan menjadi anggota NATO ini meninggalkan kebijakan lama Swedia yang tidak berpihak pada militer setelah invasi Rusia ke Ukraina. Tapi permohonan keanggotaan harus disetujui oleh semua anggota NATO. Turki dan Hongaria masih belum menyetujui permohonan Swedia tersebut. Di sisi lain, Turki tengah berusaha memperkuat militer mereka dengan membeli F-16 senilai US$ 20 miliar dan hampir 80 paket modernisasi dari Amerika Serikat. Namun, penjualan tersebut terhenti karena adanya keberatan dari Kongres AS terkait penolakan Ankara untuk memberikan persetujuan kepada perluasan NATO.
Selain itu Kongres Amerika Serikat mengungkit-ungkit catatan hak asasi manusia, dan kebijakan Turki di Suriah. Meskipun demikian sejatinya pemerintahan Biden telah berkali-kali menyatakan dukungannya terhadap penjualan tersebut. Paket pembelian persenjataan Turki dari Amerika serikat ini jauh lebih kecil senilai US$ 259 juta termasuk pembaruan perangkat lunak avionik untuk armada pesawat tempur F-16 Turki telah disetujui oleh Kongres AS pada awal tahun ini, beberapa hari setelah Turki mengesahkan aksesi Finlandia ke NATO. Pemerintahan Biden secara berulang kali menolak setiap anggapan mengenai "
quid pro quo" antara penjualan dan perluasan NATO, meskipun Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada bulan Januari 2023 mengatakan bahwa pihak AS menjelaskan bahwa persetujuan terhadap permohonan NATO akan dilihat positif oleh Kongres AS. Sebuah kelompok bipartisan senator dalam surat pada bulan Februari kepada Biden mengatakan bahwa kegagalan Turki untuk mengesahkan protokol aksesi Swedia dan Finlandia, yang saat itu masih tertunda, akan "membuat mereka meragukan penjualan yang tertunda ini", mengacu pada pembelian pesawat tempur F-16.
Sumber yang akrab dengan pembicaraan tersebut mengatakan bahwa Amerika Serikat sebelumnya telah memberi tahu Turki bahwa akan sulit mendapatkan persetujuan Kongres mengenai kesepakatan pembelian pesawat tempur F-16 jika Ankara tidak memberikan persetujuan terhadap keanggotaan NATO kepada Swedia.
Sejatinya Turki telah mengesahkan aksesi atau keanggotaan Finlandia ke NATO pada akhir Maret 2023, tetapi tetap mempertahankan keberatannya terhadap Swedia, dengan mengatakan bahwa Stockholm menyembunyikan anggota kelompok militan yang dianggapnya oleh Turki sebagai teroris. Selain Turki, anggota NATO lainnya yakni Hongaria juga belum menyetujui permohonan Swedia. Melihat Swedia bergabung dengan NATO pada pertengahan Juli saat aliansi tersebut dijadwalkan mengadakan pertemuan puncak pemimpin di Lituania adalah salah satu prioritas utama bagi Washington. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam pernyataan mengenai panggilan antara Biden dan Erdogan mengatakan bahwa kedua pemimpin tersebut sepakat untuk memperdalam kerja sama dalam semua aspek hubungan bilateral mereka, yang semakin penting menghadapi tantangan regional dan global.
Editor: Syamsul Azhar