Udang asal Indonesia terbukti bebas dumping di AS



JAKARTA. Angin segar berhembus dari  Negeri Uncle Sam untuk produsen udang di Indonesia. Pengadilan dagang internasional di Amerika Serikat (AS), United State International Trade Court (US-CTI) menyatakan produk udang beku (frozen warmwater shrimp) asal Indonesia bebas dari tuduhan dumping.

US-CTI mengeluarkan putusan tersebut 3 April 2015 lalu dengan menolak banding yang diajukan Coalition of Gulf Shrimp Industries atau COGSI (Koalisi Industri Udang) di Teluk Mexico-AS. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P. Hutagalung mengatakan, dalam putusannya, US-CTI menyatakan injury yang dialami Industri Udang Teluk Mexico-AS disebabkan tumpahan minyak BP Oil Spill, dan bukan oleh impor udang.

Karena itu, impor udang dari Indonesia dan sejumlah negara tertuduh, tidak menyebabkan unfair trade. "Juga tidak masuk kerangka aturan antidumping dan countervailing duty," ujar Saud dalam keterangan tertulis, Rabu (8/4). Saud mengatakan, putusan yang memenangkan Indonesia tersebut merupakan hasil kerja sama antara pemerintah dan asosiasi udang yang dengan gigih menolak tuduhan dumping tersebut. Beberapa pihak yang  berperan aktif itu adalah Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan (AP5I), Shrimp Club Indonesia (SCI), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), pabrik pakan udang dan AS National Fisheries Institute (NFI).


KKP mendorong pengusaha udang agar memanfaatkan keputusan ini untuk terus meningkatkan ekspor udang ke pasar global, khususnya ke AS. Berdasarkan data perdagangan pemerintah AS Maret 2015, Indonesia mencetak rekor sebagai penguasa ekspor udang ke AS dengan nilai US$ 93,5 juta dan menguasai pangsa pasar sebesar 22,7%. Produk udang yang merajai adalah shrimp warm water peeled frozen. Data ekspor yang dilansir Pemerintah AS ini menunjukkan kinerja ekspor pada Januari 2015. Atase Perdagangan di Kedutaan Besar RI Washington DC, Ni Made Ayu Marthini, menyatakan, ini kabar baik di tengah upaya Pemerintah Indonesia menggenjot peningkatan ekspor 300% pada tahun 2019. Menurut Made, Indonesia harus bisa mengawal momentum kinerja ekspor yang sudah baik ini agar ekspor meningkat sepanjang tahun. Indonesia juga harus menjaga agar hama penyakit yang sedang dialami produsen udang lain di dunia tidak terjadi di Indonesia. "Produk udang adalah top seafood yang diminati pasar AS, sehingga peluang bisnisnya sangat menjanjikan," ujarnya. Untuk diketahui, COGSI mengajukan petisi kepada pemerintah AS tanggal 28 Desember 2012 untuk mengenakan Countervailing Duties (CVD) atas impor frozen warmwater shrimp yang dianggap mengandung subsidi dari tujuh negara, yaitu China, Ekuador, India, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Pengenaan CVD dimaksudkan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari unfair trade yang dituduhkan akibat adanya dugaan subsidi dari pemerintah yang dilakukan oleh negara tertuduh. Ada atau tidaknya injury diperiksa kelayakannya oleh US-ITC.  Sementara besarnya countervailing duty ditentukan oleh US Department of Commerce (US-DOC). Pada 19 September 2013, US-ITC mengeluarkan keputusan final untuk kasus Countervailing Duty atas produk frozen warmwater shrimp yang diimpor dari Indonesia dan enam negara lainnya. Keputusan tersebut menetapkan bahwa tidak ada injury dari impor udang asal negara-negara yang dituduh terhadap industri udang dalam negeri Amerika Serikat. Namun 22 November 2013, COGSI mengajukan banding kepada United States Court of International Trade atas keputusan Pemerintah AS terkait subsidi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Thailand kepada eksportir kedua negara tersebut. Hasilnya, 3 April 2015 lalu US-CTI mengeluarkan keputusannya menolak atas banding COGSI atas keputusan final US-ITC tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga