Udang RI Kena Jegal di AS, Bea Anti Dumping Jadi 3,9%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas udang asal Indonesia tengah menghadapi tuduhan pelanggaran anti dumping dan Countervailing Duties (CVD) atau bea masuk penyeimbang di Amerika Serikat (AS). 

Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Erwin Dwiyana mengatakan imbas dari tuduhan itu udang RI yang akan masuk ke Negara Paman Sam dikenai pungutan tambahan sebesar 3,9%. 

Walau begitu, Erwin menjelaskan pengenaan bea anti dumping ini sudah turun dari keputusan US Department of Commerce (USDOC) pada Maret lalu yang sebesar sebesar 6,3%. 


"Pada tanggal 23 Oktober USDOC menerbitkan kembali penentuan akhir terhadap tuduhan anti dumping dan kita turun dari 6,3% menjadi 3,9%," jelas Erwin dalam konferensi pers di KKP, Senin (28/10). 

Baca Juga: Surplus Ekspor Perikanan Melonjak Capai 4,23 Miliar Per September 2024

Lebih lanjut, dalam putusan akhir itu USDOC juga tidak menemukan bukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan subsidi atau CVD bagi pelaku usaha yang akan melakukan ekspor ke AS. 

"Ini capaian dari sinergi teman teman asosiasi, teman teman Kementerian Perdagangan dan KBRI DC dalam proses hearing bersama USDOC," tambahnya. 

Meski demikian, Erwin mengatakan perjuangan untuk bebas dari dua tuduhan atas komoditas unggulan Indonesia belum berakhir. 

Saat ini, pemerintah dan para asosiasi masih menunggu kajian dari dampak ekonomi putusan USDOC yang dilakukan oleh The International Trade Commission (USITC). 

Pihaknya masih berharap dalam putusan akhir yang dilakukan oleh lembaga itu, Indonesia tetap terbukti tidak melakukan CVD dan dibebaskan dalam pengenaan bea masuk anti dumping udang ke AS. 

"Final keputusan akan disampaikan USITC 5 Desember dan pengenaan dumping dan CVD akan dikenakan 12 desember 2024," jelasnya. 

Sebelumnya KKP membeberkan Indonesia menghadapi tuduhan antidumping dan countervailing duties terhadap ekspor udang beku Indonesia ke pasar AS. Tuduhan ini dikirim dalam petisi dari American Shrimp Processors Associaton (ASPA) pada 25 Oktober 2023.

Periode investigasi untuk tuduhan dumping dilakukan dengan menyelidiki data perdagangan 1 Januari 2022-Desember 2022. Sedangkan untuk tuduhan CVD dengan menginvestigasi data perdagangan periode 1 September 2022-31 Agustus 2023. 

Komoditas yang diselidiki adalah udang beku hasil budi daya (produk utuh atau tanpa kepala dikupas atau tidak dikupas, dengan ekor atau tanpa ekor, dibuang usus atau tidak, dimasak atau mentah, dan diproses dalam bentuk beku). 

Dua pelaku usaha atau eksportir Indonesia sebagai mandatory responden yakni PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dan PT First Marine Seafood (FMS) kemudian dipilih Departemen Perdagangan AS (U.S. Department of Commerce) dalam penyelidikan ini. 

Indonesia kemudian terbukti tidak melakukan subsidi dalam hasil keputusan sementara terkait dengan penyelidikan AD dan CVD yang diterbitkan Departemen Perdagangan AS, pada 25 Maret 2024.

Terkait dengan penyelidikan AD, pada 23 Mei 2024 Departemen Perdagangan AS menerbitkan hasil keputusan sementara yang menyatakan bahwa margin dumping FMS sebesar 6,3%. Berdasarkan regulasi AS, FMS dan seluruh eksportir udang beku Indonesia lainnya akan dikenakan tarif bea masuk AD 6,3%.

Baca Juga: Indonesia Bidik 10 Besar Eksportir Perikanan Global

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati