Uji materi UU TKI dikabulkan MK



JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pasal 59. Permohonan uji materi diajukan oleh tiga orang TKI diluar negeri, yaitu Ami Aryani Suherlan Odo, Siti Masitoh Bt Obih Ading, dan Ai Lasmini Bt Enu Wiharja.

Para pemohon menggugat Pasal 59 UU No 39 Tahun 2004 karena dianggap merugikan pemohon. Berdasarkan pasal tersebut, TKI yang telah berakhir perjanjian kerja dan akan memperpanjangnya harus pulang ke Indonesia. Dengan ketentuan ini, pemohon menilai bahwa kepulangan untuk mengurus perpanjangan perjanjian kerja sangat tidak efektif. Selain itu TKI yang pulang ke Indonesia berpotensi kehilangan kesempatan untuk bekerja pada majikan yang sama.

Pemohon beranggapan seorang TKI tidaklah perlu balik ke Indonesia. Perpanjangan perjanjian kerja dapat dikuasakan kepada keluarga maupun pengacara. Apalagi banyak TKI yang pulang ke Indonesia dikenakan pungli oleh aparat dan birokrasi yang berbelit-belit sehingga menghambat untuk kembali ke tempat kerja sebelumnya.


Untuk perpanjangan visa kerja TKI, akan lebih efektif jika perpanjangan visa diurus oleh perwakilan pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI agar TKI tidak perlu lagi pulang ke Indonesia terlebih dahulu. Karena untuk memperpanjang perjanjian kerja, dibutuhkan dokumen seperti visa, padahal masa berlaku visa tidak selalu sama dengan perjanjian kerja TKI.

Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan, pasal 59 memunculkan kesan diskriminasi karena para pemohon bekerja pada pengguna perseorangan yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) melalui mitra usaha di negara tujuan.

"TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan diwajibkan pulang terlebih dahulu ke Indonesia jika perjanjian kerjanya berakhir dan akan memperpanjang perjanjian kerja, sementara TKI yang bekerja selain pengguna perseorangan tidak terkena kewajiban tersebut," jelasnya.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan, ketentuan yang demikian menjadi tidak efektif dan efisien selama belum didukung dengan kemudahan dan kecepatan pengurusan visa serta prioritas untuk bekerja pada tempat yang sama ketika dilakukan perpanjangan perjanjian kerja. "Mahkamah tidak menemukan argumentasi yang kuat mengapa TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia jika akan melakukan perpanjangan perjanjian kerja," jelasnya.

Ketentuan pasal 59 UU No. 39 Tahun 2004 justru memunculkan potensi kerugian pada TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan, terutama potensi kesulitan bagi TKI bersangkutan untuk kembali bekerja pada tempat kerja yang sama. "Berdasarkan pertimbangan hukum, MK  berpendapat ketentuan Pasal 59 UU No. 39 Tahun 2004 telah menghalangi hak para pemohon untuk diperlakukan sama dihadapan hukum serta melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ujar Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa