KONTAN.CO.ID - Belum puas dengan banyaknya bantuan militer yang telah diterima, Perdana Menteri Ukraina, Denys Shmyhal, kembali memohon bantuan kepada komunitas internasional. Kali ini Ukraina dianggap membutuhkan rudal jarak jauh untuk melawan Rusia. Dalam kunjungannya ke Jepang hari Selasa (20/2), Shmyhal mengatakan Ukraina membutuhkan lebih banyak rudal jarak jauh untuk pertahanan udara melawan Rusia di garis depan. Shmyhal juga menyebut Ukraina memiliki peralatan modern dan tentara terlatih serta berperang sesuai standar NATO.
"Sekarang mereka menang di udara dan sayangnya hal ini menimbulkan beberapa konsekuensi dari garis depan, namun saya harus mengatakan bahwa kami tidak menerima penolakan dari mitra kami untuk memasok peralatan militer ke Ukraina," katanya, dikutip
Al Jazeera. Baca Juga:
Rusia Mengambil Kendali Penuh Atas Pabrik Kokas Aviivka Ukraina yang Ditaklukan Aliran Bantuan Perang ke Ukraina
Saat ini dukungan dari negara-negara Barat menghadapi hambatan karena meningkatnya biaya. Di AS, anggota parlemen terus berselisih mengenai paket bantuan militer untuk Ukraina. Ada paket bantuan senilai US$95 miliar yang masih diperdebatkan di parlemen AS. Jika lolos, kabarnya Presiden AS Joe Biden akan mempertimbangkan untuk memasukkan rudal balistik jarak jauh ke dalam paket bantuan militer tersebut. Sejak perang dimulai dua tahun lalu, AS telah memberikan bantuan dana sebesar US$111 miliar kepada Ukraina, sebagian besar berupa senjata, peralatan, dan bantuan kemanusiaan. Sementara itu, Swedia mengatakan akan memberikan peralatan militer senilai US$682 juta kepada Ukraina, meskipun belum merinci senjata apa saja yang akan diberikan. Baca Juga:
PM Estonia, Kaja Kallas: Kami Tidak Takut dengan Rusia "Alasan kami terus mendukung Ukraina adalah karena alasan kemanusiaan dan kesopanan. Rusia memulai perang yang ilegal, tidak beralasan dan tidak dapat dipertahankan," kata Menteri Pertahanan Swedia, Pal Jonson. Dalam kunjungannya ke Jepang, Shmyhal bertemu Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Jepang berfokus pada bantuan rekonstruksi, bukan militer. Konstitusi Jepang yang berlaku sejak berakhirnya Perang Dunia II membuat negara itu tidak bisa memberikan dukungan senjata dalam sebuah konflik. Kishida telah menjanjikan komitmen jangka panjang terhadap rekonstruksi Ukraina pada konferensi yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi.