KONTAN.CO.ID - KIEV. Rusia telah meluncurkan lebih dari 51.000 bom pandu udara terhadap Ukraina sejak invasi besar-besaran dimulai hampir tiga tahun lalu. Sebagaimana dibeberkan oleh angkatan udara Ukraina pada Kamis (9/1). Bom pandu, atau bom luncur, dikenal sangat destruktif dan sulit dicegat.
Baca Juga: Rusia Merebut Lebih dari 4.000 Km Persegi WIlayah Ukraina Pada Tahun 2024 Senjata ini merupakan amunisi konvensional, sering kali peninggalan era Soviet, yang dilengkapi dengan sayap dan navigasi berbasis satelit untuk memperluas jangkauan dan presisinya. Bom jenis ini lebih murah dibandingkan rudal balistik dan jelajah yang juga rutin digunakan Rusia dalam serangannya terhadap Ukraina, sekaligus lebih melimpah. Daya hancur bom pandu ini mampu merusak posisi pertahanan Ukraina yang sangat kuat sekalipun. Hal ini menyebabkan posisi pertahanan di beberapa bagian wilayah timur terus melemah dalam beberapa bulan terakhir. Pada tahun 2024 saja, Rusia menggunakan sekitar 40.000 bom pandu di Ukraina, menurut pernyataan angkatan udara Ukraina di aplikasi perpesanan Telegram.
Baca Juga: Ukraina Beralih dari Gas Rusia ke Gas AS Wilayah yang dekat dengan garis depan pertempuran, serta yang berbatasan langsung dengan Rusia, menjadi target utama bom pandu ini, menurut pejabat Ukraina. Pada Rabu (8/1), Rusia meluncurkan dua bom pandu ke area permukiman di kota Zaporizhzhia, tenggara Ukraina, yang menewaskan setidaknya 13 orang dan melukai 113 lainnya. Serangan ini menjadi yang paling mematikan sejauh tahun ini. Pada Kamis, serangan bom pandu di gedung-gedung permukiman di kota Kherson, selatan Ukraina, melukai sedikitnya enam orang.
Baca Juga: Rusia Diduga Mendanai Dua Pihak yang Berkonflik di Sudan Otoritas Ukraina mengatakan bahwa cara paling efektif untuk menangkal serangan bom pandu adalah dengan menyerang pesawat-pesawat pembawanya serta lapangan udara tempat pesawat-pesawat itu bermarkas. Dengan meningkatnya serangan bom pandu, Ukraina menghadapi tantangan besar dalam memperkuat pertahanannya. Sementara tekanan dari garis depan terus meningkat.
Editor: Yudho Winarto