MOMSMONEY.ID - Manulife Asset Manajemen Indonesia memberi pandangan pasar saham masih menarik di tengah setimen eskternal dan internal yang saat ini berkecamuk. Para investor masih dibuat bingung dengan arah tingkat suku bunga bank acuan Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed). Hal ini terjadi karena pernyataan-pernyataan pejabat The Fed mengenai arah suku bunga dan inflasi cenderung menciptakan
mixed message. Jadi, kadang terlihat dovish, tetapi bisa tiba-tiba berubah hawkish.
Samuel Kesuama Senior Portfolio Manager, Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), menyampaikan pandangannya soal prospek pasar saham. Dalam beberapa bulan terakhir, Jerome Powell Gubernur The Fed memang menyatakan bahwa tren inflasi berada dalam penurunan, walaupun memang sesekali terjadi
bumpy path volatilitas data jangka pendek, dan memproyeksikan Fed Funds Rate (FFR) dapat turun tiga kali tahun ini. Namun, di pertengahan April, Powell menyatakan data inflasi dan ketenagakerjaan terkini membuat kebijakan restriktif masih mungkin harus dipertahankan untuk sementara waktu. Pernyataan-pernyataan The Fed yang terlihat kontradiktif sebenarnya tetap menunjukkan konsistensi, bahwa The Fed sangat data driven untuk mengambil keputusan penurunan suku bunga. Yang perlu kita cermati lebih dalam, apakah inflasi AS yang meningkat lagi ini adalah ‘bumpy path’ atau tren struktural. Jika dilihat, kenyataannya ada beberapa faktor yang berpotensi menopang terjadinya non-inflationary growth, atau pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang cenderung terjaga.
Baca Juga: Dibuka di Zona Negatif, Ini Ramalan NH Korindo Sekuritas soal IHSG 29 April 2024 Yakni, terlihatnya normalisasi sisi pasok pada perekonomian yang dapat meningkatkan ketersediaan barang, dan peningkatan partisipasi tenaga kerja yang dapat memperbaiki ketersediaan jasa. Seharusnya, kombinasi kedua faktor ini dapat meredam kenaikan inflasi lebih lanjut, dan pelaku pasar masih dapat berharap membandelnya data inflasi akhir-akhir ini memang adalah volatilitas data jangka pendek. Hal tersebut sesuai juga dengan pandangan IMF pada proyeksi ekonomi global terbarunya yang dipublikasikan April ini, yaitu target inflasi dari bank sentral AS menuju ke arah yang seharusnya, meskipun masih terlalu dini untuk menyatakan kemenangan. Para investor akan menunggu indikasi tentang apakah The Fed masih berharap untuk memangkas suku bunga pada tahap tertentu tahun ini ketika para pejabat menyimpulkan kebijakan dua hari mereka pertemuan pada hari Rabu. Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa bank sentral membutuhkan lebih banyak keyakinan bahwa inflasi sedang menuju ke target 2% sebelum menurunkan suku bunga. Sejauh ini samuel melihat gabungan berbagai faktor seperti masih kuatnya data ekonomi AS, komentar pejabat The Fed, serta meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah membuat pelaku pasar mengubah besaran dan frekuensi pemangkasan FFR tahun ini. Estimasi pemangkasan pertama di akhir kuartal kedua berubah ke kuartal tiga, dan proyeksi tiga kali pemangkasan saat ini sudah mulai berubah menjadi dua kali saja. Sementara, eskalasi konflik geopolitik Timur Tengah yang tiba-tiba meningkat tentunya melemahkan sentimen terhadap aset berisiko dan meningkatkan minat terhadap aset safe haven seperti emas dan mata uang Dolar AS.
Baca Juga: IHSG Bisa Makin Merosot, Ini Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham dari MNC Sekuritas Tidak bisa dipungkiri, ketidakpastian pasar akibat tensi geopolitik yang tiba-tiba meningkat masih mungkin terjadi. Di lain pihak, negara-negara sekutu dari kedua negara yang bertikai terlihat berupaya untuk meredam terjadinya eskalasi lebih lanjut, karena pada akhirnya tensi geopolitik yang berkepanjangan akan merugikan sentimen dan meningkatkan risiko makroekonomi global keseluruhan. Dalam negeri Sedangkan, dari dalam negeri, ditetapkannya Prabowo Subianto sebagai presiden RI Samuel nilai membawa sentimen positif pada pasar. "Dapat dikatakan tema pemerintahan baru nanti adalah kesinambungan kebijakan," kata Samuel dalam keterangan tertulis. Presiden Terpilih menjanjikan transisi pemerintahan yang mulus dengan kesinambungan kebijakan yang dijaga, lalu kebijakan fiskal yang lebih ekspansif melalui perluasan basis pajak - bukan kenaikan tarif pajak - serta upaya akselerasi dan kualitas pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Semuanya terlihat cukup market friendly, walaupun memang ada kebijakan-kebijakan yang masih kita tunggu dampaknya terhadap APBN - dan ekonomi secara keseluruhan - seperti contohnya program makan siang gratis. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum Pilpres 2024 yang sudah diterima oleh kedua paslon penggugat juga diharapkan secara simbolis menjadi penutup proses pemilu, dan menjadi pembuka lembaran baru rekonsiliasi nasional dan dimulainya proses transisi pemerintahan. Namun, pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan faktor global, dan salah satu fokus Bank Indonesia (BI) saat ini juga pun sudah sesuai, yaitu upaya stabilitas nilai tukar. Inilah yang membuat BI masih mempertahankan suku bunga acuan belum berubah. BI terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga nilai tukar lewat intervensi di pasar mata uang, dan pembelian SBN di pasar sekunder yang juga diharapkan bisa menopang pasar obligasi. Jika volatilitas nilai tukar yang terjadi saat ini memang terbukti hanya lonjakan temporer, proyeksi kami untuk nilai tukar rupiah di akhir tahun nanti adalah kisaran Rp 14.900 – Rp 15.300 per dollar AS.
Baca Juga: Berikut Rekomendasi Saham dari KB VAlbury Sekuritas untuk 29 April 2024 Meski begitu, Samuel mengatakan momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap terjaga patut disyukuri. Sejak Desember 2022 Indeks Keyakinan Konsumen stabil bertengger di atas level 120, sementara indeks sektor manufaktur terkini berada di level tertinggi sejak November 2021, dan data penjualan ritel pun sejak Desember 2023 lalu secara gradual konsisten berbalik arah positif. Pemulihan yang terus berlanjut membuat BI memperkirakan PDB Indonesia dapat tumbuh di kisaran 5,1% di 2024. Momentum perekonomian yang positif di tengah valuasi pasar saham yang rendah sebenarnya membuka peluang bagi investor yang ingin berinvestasi dini, dengan memanfaatkan kondisi peralihan dari era suku bunga tinggi menuju suku bunga yang lebih akomodatif. Beberapa katalis yang diharapkan dapat mendukung sentimen positif lebih berkelanjutan adalah rilis kinerja perusahaan kuartal pertama 2024 (termasuk arahan dan pandangan perusahaan ke depan pasca Idul Fitri), normalisasi likuiditas sejalan dengan rencana pelonggaran moneter. Serta, kebijakan ekonomi dan calon anggota kabinet pemerintahan baru untuk memprediksi arah pertumbuhan ekonomi jangka menengah ke depan. Strategi yang Samuel sarankan di tengah dinamika yang terjadi adalah untuk berfokus pada emiten dan sektor dengan fundamental
bottom-up yang baik dan relatif sedikit terpengaruh oleh volatilitas jangka pendek di ekspektasi makro global. Samuel masih melihat sektor telekomunikasi memiliki prospek yang menarik ke depannya. Meskipun ada kekhawatiran akan memburuknya kompetisi di industri, emiten telekomunikasi menyatakan akan tetap berfokus pada profitabilitas sebagai tujuan utama.
Karakteristik sektor telekomunikasi yang defensif juga menjadi nilai tambah di situasi pasar saat ini. Tema dan potensi pertumbuhan struktural. Samuel masih mempertahankan posisi di sektor yang berhubungan dengan bahan baku terkait industri energi baru terbarukan. Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan Indonesia yang berlimpah memiliki komoditas yang diperlukan dalam teknologi energi baru terbarukan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Danielisa Putriadita