JAKARTA. Tahun ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 72 triliun. Namun, besarnya anggaran itu, ternyata tak diimbangi dengan serapan yang mumpuni. Terbukti, pada kuartal I-2014, serapannya hanya 8%. Bahkan, jika lebih diperdalam lagi, besaran belanja modal hanya 0,06%. Kenyataan ini mengundang kritik dari pengusaha. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang yang menyebutnya sungguh memprihatinkan. "Sangat rendah, jika kuartal I-2012 serapan bisa mencapai 28%, kuartal I-2013 mencapai 26% jelas ini langkah mundur," ujar Sarman, Senin (5/5). Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengambil kebijakan guna mengantisipasi hal ini. Sarman mengkritisi, bahwa biang keladi gagalnya penyerapan anggaran DKI kuartal I-2014 adalah karena pembentukan Unit Layanan Pengadaan barang dan jasa daerah (ULP) yang menangani seluruh pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov DKI. Dari 56.000 program kegiatan yang ada dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mekanisme lelang semua ditangani ULP dan ironisnya banyak SKPD yang belum mengetahui perubahan dari lelang dari SKPD ke ULP ini. Sarman khawatir, tak maksimalnya serapan anggaran daerah ini berimbas pada laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi Jakarta. Ia pun menyarankan, Jokowi untuk menghentikan kerja ULP ini dan kembali mengaktifkannya pada 1 Januari 2015 mendatang agar serapan anggaran kembali baik. Akibat mundurnya pengesahan APBD Namun, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta, Endang Widjajanti menampik tudingan itu. Ia beralasan, serapan yang rendah lebih disebabkan mundurnya pengesahan APBD sehingga serapannya tak maksimal. "APBD baru bisa digunakan efektif awal Maret 2014 dan itu sudah menjelang berakhirnya kuartal I, jadi ini bukan karena ULP," katanya. Endang bilang, ULP harus terus jalan karena pembentukannya sudah sesuai dengan standar yang diberikan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP) dan pelaksanaan ULP untuk seluruh daerah paling lambat 16 Mei 2014 sehingga tak bisa lagi mundur. Lebih jauh, Endang mengatakan aktivitas pengadaan barang dan jasa diluar ULP tetap berjalan, yakni untuk pengadaan dibawah Rp 200 juta dan jasa konsultasi sampai dengan Rp 50 juta. Saat ini ULP dilaksanakan 120 sumber daya manusia (SDM) pilihan dari seluruh unit SKPD di DKI dan menurutnya cara ini memang membutuhkan waktu dan ke depan serapan anggaran bisa lebih baik. Sekadar informasi, tahun 2013 lalu meskipun berhasil menyerap anggaran 26% di kuartal I, tapi pada akhirnya DKI hanya bisa menyerap 71% hingga akhir tahun. Ini jauh dari target awal yang mencapai 97%. Padahal, saat itu anggaran DKI hanya Rp 50,1 triliun atau jauh lebih kecil dari tahun ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
ULP dituding penyebab serapan anggaran DKI rendah
JAKARTA. Tahun ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 72 triliun. Namun, besarnya anggaran itu, ternyata tak diimbangi dengan serapan yang mumpuni. Terbukti, pada kuartal I-2014, serapannya hanya 8%. Bahkan, jika lebih diperdalam lagi, besaran belanja modal hanya 0,06%. Kenyataan ini mengundang kritik dari pengusaha. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang yang menyebutnya sungguh memprihatinkan. "Sangat rendah, jika kuartal I-2012 serapan bisa mencapai 28%, kuartal I-2013 mencapai 26% jelas ini langkah mundur," ujar Sarman, Senin (5/5). Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengambil kebijakan guna mengantisipasi hal ini. Sarman mengkritisi, bahwa biang keladi gagalnya penyerapan anggaran DKI kuartal I-2014 adalah karena pembentukan Unit Layanan Pengadaan barang dan jasa daerah (ULP) yang menangani seluruh pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov DKI. Dari 56.000 program kegiatan yang ada dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mekanisme lelang semua ditangani ULP dan ironisnya banyak SKPD yang belum mengetahui perubahan dari lelang dari SKPD ke ULP ini. Sarman khawatir, tak maksimalnya serapan anggaran daerah ini berimbas pada laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi Jakarta. Ia pun menyarankan, Jokowi untuk menghentikan kerja ULP ini dan kembali mengaktifkannya pada 1 Januari 2015 mendatang agar serapan anggaran kembali baik. Akibat mundurnya pengesahan APBD Namun, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta, Endang Widjajanti menampik tudingan itu. Ia beralasan, serapan yang rendah lebih disebabkan mundurnya pengesahan APBD sehingga serapannya tak maksimal. "APBD baru bisa digunakan efektif awal Maret 2014 dan itu sudah menjelang berakhirnya kuartal I, jadi ini bukan karena ULP," katanya. Endang bilang, ULP harus terus jalan karena pembentukannya sudah sesuai dengan standar yang diberikan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP) dan pelaksanaan ULP untuk seluruh daerah paling lambat 16 Mei 2014 sehingga tak bisa lagi mundur. Lebih jauh, Endang mengatakan aktivitas pengadaan barang dan jasa diluar ULP tetap berjalan, yakni untuk pengadaan dibawah Rp 200 juta dan jasa konsultasi sampai dengan Rp 50 juta. Saat ini ULP dilaksanakan 120 sumber daya manusia (SDM) pilihan dari seluruh unit SKPD di DKI dan menurutnya cara ini memang membutuhkan waktu dan ke depan serapan anggaran bisa lebih baik. Sekadar informasi, tahun 2013 lalu meskipun berhasil menyerap anggaran 26% di kuartal I, tapi pada akhirnya DKI hanya bisa menyerap 71% hingga akhir tahun. Ini jauh dari target awal yang mencapai 97%. Padahal, saat itu anggaran DKI hanya Rp 50,1 triliun atau jauh lebih kecil dari tahun ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News