UMKM dan Koperasi Tidak Perlu Panik



JAKARTA. Para pengamat ekonomi menilai dampak krisis ekonomi negeri Paman Sam tidak akan merembet pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta pada sektor koperasi. Pasalnya, para ekonom menilai keterkaitan langsung antara ekonomi Amerika dengan Indonesia lemah sekali. Hal ini dibuktikan dengan catatan besaran investasi langsung yang mampir ke Indonesia. Para ekonom mencatat, Foreign Direct Investment (FDI) dari luar negeri ke Indonesia hanya sebesar 5,2%. Padahal FDI ke China sebesar 11,1%. Sementara ke Venezuala sebesar 25,0% dan ke Singapura 159,0%. "Sudah pasti, Singapura lah yang paling terkena imbas resesi global ini," ujar Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri ketika memberikan presentasi dalam acara Diskusi Dampak Resesi Global terhadap KUKM di gedung Kementerian Negara Koperasi dan UKM di Jakarta, Jumat (10/10).Oleh karena itulah, Faisal Basri menilai, sebaiknya pemerintah tidak perlu panik menghadapi ancaman resesi global tersebut. "Apa yang terjadi di Amerika adalah proses koreksi pasar biasa. Tetapi pemerintah malah memberikan insentif kepada perusahaan yang masuk bursa, bukannya kepada UMKM," lanjut Faisal. Tak heran jika Faisal menuding paket penyelamatan ekonomi yang digelontorkan pemerintah merupakan paket untuk orang-orang kaya saja. "Karena orang-orang itulah yang membiayai pemilu," selorohnya. Pernyataan Faisal tentu saja diamini oleh ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetyantono yang juga Kepala Ekonom BNI. Menurut Tony, Indonesia tergolong siap menghadapi krisis ekonomi global karena masih punya surplus transaksi berjalan. Tony melanjutkan, sampai sejauh ini, neraca perdagangan Indonesia masih positif. "Indonesia mengalami surplus tertinggi sepanjang sejarah pada tahun 2007 sebesar USD 39.76 miliar. Kendati kinerja Januari-Agustus 2008 tertekan hebat, masih tetap surplus USD 8 miliar," lanjutnya. Namun Tony mengingatkan, efek krisis ekonomi global yang dirasakan orang-orang kaya bisa saja dengan segera dirasakan UMKM. "Oleh karena itu, jangan sampai perbankan Indonesia terutama BNI, Mandiri dan BRI terkena kredit macet," ujarnya.Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali juga setuju dengan pernyataan tersebut. "Saya kira dunia usaha tidak perlu panik," ujar Ali. Pasalnya Ali mencatat perkembangan ekonomi saat ini tidaklah separah waktu krisis tahun 1997 lalu. "Untukpasar tradisional dan modern, berapapun  besaran harga pangan, pasti terbeli," ujarnya. Selain itu, Ali mencatat walaupun besaran ekspor ke Amerika dan ke Eropa masing-masing sebesar 30% dari total ekspor, tetapi sampai detik ini belum terlihat pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Pasalnya barang yang diekspor tersebut antara lain berupa produk CPO, kulit, furnitur dan kerajinan tangan. Untuk penyelamatan UMKM dari imbas krisis global tersebut, Ali sudah berancang-ancang akan membuat skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih kencang berjalan. "KUR adalah kebijakan tepat yang disambut masyarakat. Problem agunan KUR sampai saat ini masih terus dibicarakan," lanjut Ali.Menurut Ali, perkembangan KUR sampai detik ini begitu menggembirakan. Tercatat pada awal September dana KUR yang sudah bergulir senilai Rp 10, 108 triliun dengan jumlah debitur 1,2 juta. Bank Rakyat Indonesia menyumbang Rp 6,8 triliun dari total jumlah Rp 10, 108 triliun tersebut dengan jumlah total debitur 1,141 juta dari total 1,2 juta debitur. Sementara itu, kredit macet yang terlapor pada laporan per delapan program KUR baru mencapai 0,17%.Ke depan, untuk mengantisipasi overload kucuran dana KUR dari BRI, Kementerian Koperasi berencana untuk menarik banyak bank untuk ikut menyalurkan KUR seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD). Sementara itu, bunga KUR akan tetap dipertahankan di angka 16%.Selain dengan peningkatan skema KUR, Kementerian Koperasi punya cara lain untuk menangkal dampak krisis global sampai ke tataran UMKM dan koperasi. Salah satu caranya adalah menjaga agar jangan sampai pasar dibanjiri produk asing. Pasalnya, ada analis adanya penurunan jumlah impor dan daya beli di negara maju. "Kementerian Koperasi akan mengampanyekan penggunaan produk dalam negeri," janji Ali. Sedangkan untuk koperasi, Kementerian Koperasi akan menyalurkan kredit melalui BPD Jawa Timur (Jatim) senilai Rp 100 miliar. Kredit tersebut rencananya akan disalurkan awal bulan November di Jawa Timur. Sayangnya, Ali belum bisa memerinci berapa besaran bunga kredit tersebut. Terakhir, untuk lembaga keuangan ventura, Kementerian Koperasi sudah menyiapkan dana sebesar Rp 1 triliun. Namun, "Kita ukur dulu kemampuan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)  untuk menyalurkan modal ini," pungkas Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: